Jumat, 12 November 2010

Kedudukan Pertanian dalam Ekonomi Syariah

oleh: Mustafa Kemal Rokan
Dosen Hukum Bisnis Fak. Syariah IAIN Sumatera Utara



Penulis menuturkan berita “miris” tentang perkembangan perbankan syariah saat ini. Penulis sebut “miris” sebab kurangnya keberpihakan perbankan syariah pada sektor pertanian. Indikasinya jelas, bahwa pembiayaan bank syariah dalam sektor pertanian masih sangat minim. Begitu banyaknya skim-skim bank syariah yang beroperasi saat ini, namun faktanya pembiayaan bank syariah dalam sektor ini masih sangat sedikit dibanding dengan sektor lainnya. Dengan kata lain, sektor pertanian masih dipandang sebelah mata oleh perbankan syariah saat ini. Apa pasal?

minimnya pembiayaan disektor ini disebabkan besarnya resiko yang dihadapi perbankan, sebab pembayaran terhadap pembiayaan yang diberikan tidak secepat pembiayaan dalam sektor perdagangan. Jika pada sektor perdagangan intensitas hasil dapat dihitung dalam waktu yang relatif singkat, bisa per-bulan, per-minggu bahkan per-hari. Berbeda dengan pembiayaan pertanian yang menunggu waktu yang relatif lama, empat atau enam bulan.

Concern ekonomi syariah dalam bidang pertanian

Sungguh, penulis melihat bahwa fakta ini sangatlah ironis. Paling tidak ada tiga alasan yang patut diuraikan. Pertama, bahwa perbankan syariah belum merepresentasikan perbankan yang memahami konsep syariah secara utuh, alih-alih mengatakan dan melebelkan bank yang dikelolanya adalah bank syariah. Sangat penting ditegaskan bahwa sektor pertanian adalah sektor yang utama dibicarakan dalam ekonomi syariah. Betapa tidak, satu-satunya kitab suci dan agama yang paling concern membicarakan sektor pertanian adalah Islam melalui Al-Quran dan Sunnah Rasulullah Saw..

Menarik jika kita meneliti ayat-ayat Al-Quran yang berkaitan tentang pertanian. Ratusan ayat Al-Quran yang tersebar dalam berbagai surah sungguh banyak membicarakan sektor pertanian. Paling tidak terdapat tiga surah dalam Al-Quran yang concern membicarakan sektor pertanian (agribisnis), yakni surah Yasin, Ar-Rahman dan Al-Waqiah dan puluhan ayat lainnya dalam sebaran surah lainnya.

Sebutlah beberapa contoh diantaranya, Dan suatu tanda (kekuasaan Allah yang besar) bagi mereka adalah bumi yang mati. kami hidupkan bumi itu dan kami keluarkan dari padanya biji-bijian, Maka daripadanya mereka makan. Dan kami jadikan padanya kebun-kebun kurma dan anggur dan kami pancarkan padanya beberapa mata air. Supaya mereka dapat makan dari buahnya, dan dari apa yang diusahakan oleh tangan mereka. Maka mengapakah mereka tidak bersyukur?. (Surah Yasin 33-35).

Dan Allah Telah meratakan bumi untuk makhluk(Nya). Di bumi itu ada buah-buahan dan pohon kurma yang mempunyai kelopak mayang. Dan biji-bijian yang berkulit dan bunga-bunga yang harum baunya. Maka nikmat Tuhan kamu yang manakah yang kamu dustakan? (QS. Ar-Rahman: 10-13). Berada di antara pohon bidara yang tak berduri, Dan pohon pisang yang bersusun-susun (buahnya) (Al-Waqi’ah: 28-29).

Membahas ayat-ayat pertanian dalam artikel ini tentu tidak akan cukup, kita membutuhkan puluhan bahkan ratusan jilid buku untuk membahas konsep pertanian dalam Al-Quran. Yang penting dipertegas bahwa Islam adalah agama yang sangat concern dalam bidang ini.

Kedua, dalam khazanah hukum bisnis syariah (muamalah) bahwa akad atau kontrak dalam sektor pertanian justru dibuat secara khusus. Saya mengira bahwa tidak satupun hukum kontrak yang ada didunia ini yang mengkhususkan pembahasan kontrak dalam bidang pertanian. Seperti yang dimaklumi bahwa dari lima jenis core hukum kontrak syariah yang bersifat bagi hasil yakni mudharabah, musyarakah, muzara’ah, musaqah, mukhabarah, tiga diantaranya khususu berkaitan dengan kontrak di bidang pertanian.

Demikian juga hukum Islam secara khusus membicarakan tentang bab zakat dalam masalah pertanian. Banyaknya bentuk kontrak dalam bidang pertanian menunjukkan keberpihakan ekonomi syariah dalam bidang ini. Hal ini tentu terkait dengan kultur agribisnis yang ada pada masa Rasulullah Saw. Namun, pertanyaannya bukankah kita merupakan negara agraris?

Revitalisasi sektor pertanian
Dalam konteks inilah, penulis melihat bahwa tidak ada alasan bagi industri perbankan untuk tidak concern dalam sektor pertanian. Bukankah sebagian besar penduduk ini hidup dari sektor agraris? Khusus dalam konteks perbankan syariah yang masih enggan untuk melakukan pembiayaan pada sektor ini, menunjukkan keberpihakan perbankan syariah untuk melakukan tujuan ekonomi Islam itu sendiri menjadi diragukan. Penulis melihat telah terjadi kesalahan atau pergeseran orientasi ekonomi syariah. Padahal orientasi bisnis Islam tidak hanya mementingkan keuntungan an sich. Ekonomi Islam lahir dari rahim kasih sayang dan sifat tolong menolong. Meski mencari keuntungan sebuah keniscayaan dalam berbisnis, namun visi tolong menolong dan pemberdayaan rakyat adalah visi utama ekonomi Islam.

Dengan demikian, mengenyampingkan sektor pertanian yang merupakan salah satu objek pemberdayaan ekonomi masyarakat Indonesia berarti mengenyampingkan ajaran ekonomi Islam itu sendiri. Lebih dari itu, perbankan yang masih takut untuk concern terhadap pembiayaan sektor pertanian yang disebabkan margin keuntungan yang sedikit menunjukkan kata syariah yang dilabelkan pada perbankan tersebut patut dipertanyakan. Kondisi ini terjadi disebabkan terdegradasinya visi ekonomi syariah pada perbankan syariah, disamping ketidakmampuan perbankan syariah untuk menggali dan mendinamisasi konsep agribisnis syariah secara praktis di lapangan.

Karenanya, sudah saatnya perbankan syariah saat ini berani menunjukkan “tampil beda” dalam melakukan pemberdayaan ekonomi masyarakat. Ekonomi syariah yang diusung hendaknya sejalan dengan misi maqashid syariah itu sendiri. Sehingga, kesan bahwa perbankan dan asuransi syariah yang diklaim sebagai duplikasi atau “ganti baju” dari bank konvensional dapat diretas. Meretas stigma yang masih kuat melekat pada bank syariah tentu dengan cara mereformasi atau menyegarkan kembali visi ekonomi Islam yang berorientasi menjadikan human falah. Dengan demikian, menjadikan bank syariah sebagai bank yang hanya berorientasi profit minded tanpa memperhatikan kesejahteraan merata akan mereduksi makna kesyariahan, lebih dari itu akan mencederai ekonomi syariah itu sendiri.

Lebih penting dari itu, bahwa sudah saatnya umat Islam menggali sistem ekonomi Islam dalam bidang agribisnis yang teruji secara konsep dan praktis. Belum maksimalnya pemberdayaan ekonomi di bidang pertanian menunjukkan bahwa terjadi kesalahan dalam melihat konsep pertanian negeri ini. Adagium ibarat “petani mati di lumbung” menandakan terjadi kesalahan besar manajemen pertanian di Indonesia. Tentu pembahasan konsep ini harus dilakukan secara komprehensif dari mulai sistem pertanian, manajemen pertanian hingga tata kelola swasta dan negara dalam bidang pertanian.

Selasa, 12 Oktober 2010

22 Tanda Iman Anda Sedang Lemah

Oleh: Mochamad Bugi

Ada beberapa tanda-tanda yang menunjukkan iman sedang lemah.
Setidaknya ada 22 tanda yang dijabarkan dalam artikel ini.


Tanda-tanda tersebut adalah:
1. Ketika Anda sedang melakukan kedurhakaan atau dosa. Hati-hatilah! Sebab, perbuatan dosa jika dilakukan berkali-kali akan menjadi kebiasaan. Jika sudah menjadi kebiasaan, maka segala keburukan dosa akan hilang dari penglihatan Anda. Akibatnya, Anda akan berani melakukan perbuatan durhaka dan dosa secara terang-terangan. Ketahuilah, Rasululllah saw. pernah berkata, "Setiap umatku mendapatkan perindungan afiat kecuali orang-orang yang terang-terangan. Dan,sesungguhnya termasuk perbuatan terang-terangan jika seseorang melakukan suatu perbuatan pada malam hari, kemudian dia berada pada pagi hari padahal Allah telah menutupinya, namun dia berkata, 'Hai fulan, tadimalam aku telah berbuat begini dan begini,' padahal sebelum itu Rabb-nyatelah menutupi, namun kemudian dia menyibak sendiri apa yang telah ditutupi Allah dari dirinya." (Bukhari, 10/486)
Rasulullah saw. bersabda, "Tidak ada pezina yang di saat berzina dalam keadaan beriman. Tidak ada pencuri yang di saat mencuri dalam keadaan beriman. Begitu pula tidak ada peminum arak di saat meminum dalam keadaan beriman." (Bukhari, hadits nomor 2295 dan Muslim, hadits nomor86)

2. Ketika hati Anda terasa begitu keras dan kaku. Sampai-sampaimenyaksikan orang mati terkujur kaku pun tidak bisa menasihati dan memperlunak hati Anda. Bahkan, ketika ikut mengangkat si mayit dan
menguruknya dengan tanah. Hati-hatilah! Jangan sampai Anda masuk ke dalam ayat ini, "Kemudian setelah itu hatimu menjadi keras seperti batu, bahkan lebih keras lagi." (Al-Baqarah:74)

3. Ketika Anda tidak tekun dalam beribadah. Tidak khusyuk dalam shalat. Tidak menyimak dalam membaca Al-Qur'an. Melamun dalam doa. Semua dilakukan sebagai rutinitas dan refleksi hafal karena kebiasaan saja.Tidak berkonsentrasi sama sekali. Beribadah tanpa ruh. Ketahuilah! Rasulullah saw. berkata, "Tidak akan diterima doa dari hati yang lalai dan main-main." (Tirmidzi, hadits nomor 3479)4. Ketika Anda terasas malas untuk melakukan ketaatan dan ibadah. Bahkan, meremehkannya. Tidak memperhatikan shalat di awal waktu. Mengerjakan shalat ketika injury time, waktu shalat sudah mau habis. Menunda-nunda pergi haji padahal kesehatan, waktu, dan biaya ada. Menunda-nunda pergi shalat Jum'at dan lebih suka barisan shalat yangpaling belakang. Waspadalah jika Anda berprinsip, datang paling belakangan, pulang paling duluan. Ketahuilah, Rasulullah saw. bersabda,"Masih ada saja segolongan orang yang menunda-nunda mengikuti shaff pertama, sehingga Allah pun menunda keberadaan mereka di dalam neraka."(Abu Daud, hadits nomor 679)
Allah swt. menyebut sifat malas seperti itu sebagai sifat orang-orangmunafik. "Dan, apabila mereka berdiri untuk shalat, mereka berdiri dengan malas."Jadi, hati-hatilah jika Anda merasa malas melakukan ibadah-ibadah rawatib, tidak antusias melakukan shalat malam, tidak bersegera ke masjid ketika mendengar panggilan azan, enggan mengerjakan shalat dhuha dan shalat nafilah lainnya, atau mengentar-entarkan utang puasa Ramadhan.

5. Ketika hati Anda tidak merasa lapang. Dada terasa sesak, perangai berubah, merasa sumpek dengan tingkah laku orang di sekitar Anda. Sukamemperkarakan hal-hal kecil lagi remeh-temeh. Ketahuilah, Rasulullah
saw. berkata, "Iman itu adalah kesabaran dan kelapangan hati."(As-Silsilah Ash-Shahihah, nomor 554)

6. Ketika Anda tidak tersentuh oleh kandungan ayat-ayat Al-Qur'an. Tidak bergembira ayat-ayat yang berisi janji-janji Allah. Tidak takut dengan ayat-ayat ancaman. Tidak sigap kala mendengar ayat-ayat perintah. Biasa saja saat membaca ayat-ayat pensifatan kiamat dan neraka. Hati-hatilah, jika Anda merasa bosan dan malas untuk mendengarkan atau membacaAl-Qur'an. Jangan sampai Anda membuka mushhaf, tapi di saat yang samamelalaikan isinya. Ketahuilah, Allah swt. berfirman, "Sesungguhnya orang-orang yang beriman ialah mereka yang bila disebut nama Allah gemetarlah hati mereka, dan apabila dibacakan ayat-ayat-Nya bertambahlah iman mereka (karenanya),dan hanya kepada Tuhanlah mereka bertawakkal." (Al-Anfal:2)

7. Ketika Anda melalaikan Allah dalam hal berdzikir dan berdoa kepada-Nya. Sehingga Anda merasa berdzikir adalah pekerjaan yang paling berat. Jika mengangkat tangan untuk berdoa, secepat itu pula Andamenangkupkan tangan dan menyudahinya. Hati-hatilah! Jika hal ini telah menjadi karakter Anda. Sebab, Allah telah mensifati orang-orang munafik dengan firman-Nya, "Dan, mereka tidak menyebut Allah kecuali hanya sedikit sekali." (An-Nisa:142)

8. Ketika Anda tidak merasa marah ketika menyaksikan dengan mata kepala sendiri pelanggaran terhadap hal-hal yang diharamkan Allah. Ghirah Anda padam. Anggota tubuh Anda tidak tergerak untuk melakukan nahyi munkar. Bahkan, raut muka Anda pun tidak berubah sama sekali.Ketahuilah, Rasulullah saw. bersabda, "Apabila dosa dikerjakan di bumi, maka orang yang menyaksikannya dan dia membencinya –dan kadang beliaumengucapkan: mengingkarinya–, maka dia seperti orang yang tidak menyaksikannya. Dan, siapa yang tidak menyaksikannya dan dia ridha terhadap dosa itu dan dia pun ridha kepadanya, maka dia seperti orang
yang menyaksikannya." (Abu Daud, hadits nomor 4345). Ingatlah, pesan Rasulullah saw. ini, "Barangsiapa di antara kalian yang melihat kemungkaran, maka hendaklah ia mengubah kemungkaran itu dengan tangannya. Jika tidak mampu, maka dengan lisannya. Kalau tidak sanggup,maka dengan hatinya, dan ini adalah selemah-lemahnya iman." (Bukhari,hadits nomor 903 dan Muslim, hadits nomor 70)

9. Ketika Anda gila hormat dan suka publikasi. Gila kedudukan, ngebet tampil sebagai pemimpin tanpa dibarengi kemampuan dan tanggung jawab. Suka menyuruh orang lain berdiri ketika dia datang, hanya untuk mengenyangkan jiwa yang sakit karena begitu gandrung diagung-agungkan orang. Narsis banget! Allah berfirman, "Dan janganlah kamu memalingkan mukamu dari manusia (karena sombong) dan janganlah kamu berjalan di muka bumi dengan angkuh. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong lagi membanggakan diri." (Luqman:18)
Nabi saw. pernah mendengar ada seseorang yang berlebihan dalam memuji orang lain. Beliau pun lalu bersabda kepada si pemuji, "Sungguh engkau telah membinasakan dia atau memenggal punggungnya." (Bukhari, haditsnomor 2469, dan Muslim hadits nomor 5321) Hati-hatilah. Ingat pesan Rasulullah ini, "Sesungguhnya kamu sekalian akan berhasrat mendapatkan kepemimpinan, dan hal itu akan menjadikan penyesalan pada hari kiamat. Maka alangkah baiknya yang pertama dan alangkah buruknya yang terakhir." (Bukhari, nomor 6729) "Jika kamu sekalian menghendaki, akan kukabarkan kepadamu tentang kepemimpinan dan apa kepemimpinan itu. Pada awalnya ia adalah cela, keduanya ia adalah penyesalan, dan ketiganya ia adalah azab hari kiamat, kecuali orang yang adil." (Shahihul Jami, 1420). Untuk orang yang tidak tahu malu seperti ini, perlu diingatkan sabdaRasulullah saw. yang berbunyi, "Iman mempunyai tujuh puluh lebih, atau enam puluh lebih cabang. Yang paling utama adalah ucapan 'Laa ilaahaillallah', dan yang paling rendah adalah menghilangkan sesuatu yangmengganggu dari jalanan. Dan malu adalah salah satu cabang dari keimanan." (Bukhari, hadits nomor 8, dan Muslim, hadits nomor 50) "Maukah kalian kuberitahu siapa penghuni neraka?" tanya Rasulullah saw. Para sahabat menjawab, "Ya." Rasulullah saw. bersabda, "Yaitu setiap orang yang kasar, angkuh, dan sombong." (Bukhari, hadits 4537, dan Muslim, hadits nomor 5092)

10. Ketika Anda bakhil dan kikir. Ingatlah perkataan Rasulullah saw.ini, "Sifat kikir dan iman tidak akan bersatu dalam hati seorang hamba selama-lamanya." (Shahihul Jami', 2678)

11. Ketika Anda mengatakan sesuatu yang tidak Anda perbuat. Ingat, Allahswt. benci dengan perbuatan seperti itu. "Hai orang-orang yang beriman, mengapa kamu mengatakan apa yang tidak kamu perbuat? Amat besar kebencian di sisi Allah bahwa kamu mengatakan apa yang tiada kamu perbuat." (Ash-Shaff:2-3)Apakah Anda lupa dengan definisi iman? Iman itu adalah membenarkan dengan hati, diikrarkan dengan lisan, dan diamalkan dengan perbuatan. Jadi, harus konsisten.

12. Ketika Anda merasa gembira dan senang jika ada saudara sesama muslim mengalami kesusahan. Anda merasa sedih jika ada orang yang lebih unggul dari Anda dalam beberapa hal. Ingatlah! Kata Rasulullah saw, "Tidak ada iri yang dibenarkan kecuali terhadap dua orang, yaitu terhadap orang yang Allah berikan harga, iamenghabiskannya dalam kebaikan; dan terhadap orang yang Allah berikan ilmu, ia memutuskan dengan ilmu itu dan mengajarkannya kepada orang lain." (Bukhari, hadits nomor 71 dan Muslim, hadits nomor 1352) Seseorang bertanya kepada Rasulullah saw., "Orang Islam yang manakah yang paling baik?" Rasulullah saw. menjawab, "Orang yang muslimin lain
selamat dari lisan dan tangannya." (Bukhari, hadits nomor 9 dan Muslim,hadits nomor 57)

13. Ketika Anda menilai sesuatu dari dosa apa tidak, dan tidak mau melihat dari sisi makruh apa tidak. Akibatnya, Anda akan enteng melakukan hal-hal yang syubhat dan dimakruhkan agama. Hati-hatilah! Sebab, Rasulullah saw. pernah bersabda, "Barangsiapa yang berada dalam syubhat, berarti dia berada dalam yang haram, seperti penggembala yang menggembalakan ternaknya di sekitar tanaman yang dilindungi yang dapat begitu mudah untuk merumput di dalamnya." (Muslim, hadits nomor 1599) Iman Anda pasti dalam keadaan lemah, jika Anda mengatakan, "Gak apa. Inikan cuma dosa kecil. Gak seperti dia yang melakukan dosa besar. Istighfar tiga kali juga hapus tuh dosa!" Jika sudah seperti ini, suatu ketika Anda pasti tidak akan ragu untuk benar-benar melakukan kemungkaran yang besar. Sebab, rem imannya sudah tidak pakem lagi.

14. Ketika Anda mencela hal yang makruf dan punya perhatian dengan kebaikan-kebaikan kecil. Ini pesan Rasulullah saw., "Jangan sekali-kali kamu mencela yang makruf sedikitpun, meski engkau menuangkan air diembermu ke dalam bejana seseorang yang hendak menimba air, dan meski engkau berbicara dengan saudarmu sedangkan wajahmu tampak berseri-seri kepadanya." (Silsilah Shahihah, nomor 1352) Ingatlah, surga bisa Anda dapat dengan amal yang kelihatan sepele! Rasulullah saw. bersabda, "Barangsiapa yang menyingkirkan gangguan darij alan orang-orang muslim, maka ditetapkan satu kebaikan baginya, danbarangsiapa yang diterima satu kebaikan baginya, maka ia akan masuk surga." (Bukhari, hadits nomor 593)

15. Ketika Anda tidak mau memperhatikan urusan kaum muslimin dan tidak mau melibatkan diri dalam urusan-urusan mereka. Bahkan, untuk berdoa bagi keselamatan mereka pun tidak mau. Padahal seharusnya seorang mukmin
seperti hadits Rasulullah ini, "Sesungguhnya orang mukmin dari sebagian orang-orang yang memiliki iman adalah laksana kedudukan kepala dari bagian badan. Orang mukmin itu akan menderita karena keadaan orang-orang yang mempunyai iman sebagaimana jasad yang ikut menderita karena keadaan di kepala." (Silsilah Shahihah, nomor 1137)

16. Ketika Anda memutuskan tali persaudaraan dengan saudara Anda. "Tidak selayaknya dua orang yang saling kasih mengasihi karean Allah Azza waJalla atau karena Islam, lalu keduanya dipisahkan oleh permulaan dosa yang dilakukan salah seorang di antara keduanya," begitu sabdaRasulullah saw. (Bukhari, hadits nomor 401)

17. Ketika Anda tidak tergugah rasa tanggung jawabnya untuk beramal demi kepentingan Islam. Tidak mau menyebarkan dan menolong agama Allah ini. Merasa cukup bahwa urusan dakwah itu adalah kewajiban para ulama.Padahal, Allah swt. berfirman, "Hai orang-orang yang beriman, jadilah kalian penolong-penolong (agama) Allah." (Ash-Shaff:14)18. Ketika Anda merasa resah dan takut tertimpa musibah; atau mendapat problem yang berat. Lalu Anda tidak bisa bersikap sabar dan berhati tegar. Anda kalut. Tubuh Anda gemetar. Wajah pucat. Ada rasa ingin lari dari kenyataan. Ketahuilah, iman Anda sedang diuji Allah. "Apakah manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan (saja) mengatakan: Kami telah beriman, sedang mereka belum diuji." (Al-Ankabut:2)Seharusnya seorang mukmin itu pribadi yang ajaib. Jiwanya stabil."Alangkah menakjubkannya kondisi orang yang beriman. Karena seluruh perkaranya adalah baik. Dan hal itu hanya terjadi bagi orang yang beriman, yaitu jika ia mendapatkan kesenangan maka ia bersyukur dan itumenjadi kebaikan baginya; dan jika ia tertimpa kesulitan dia pun bersabar, maka hal itu menjadi kebaikan baginya." (Muslim)

19. Ketika Anda senang berbantah-bantahan dan berdebat. Padahal,
perbuatan itu bisa membuat hati Anda keras dan kaku. "Tidaklah segolongan orang menjadi tersesat sesudah ada petunjuk yang mereka berada pada petunjuk itu, kecuali jika mereka suka berbantah-bantahan."(Shahihul Jami', nomor 5633)

20. Ketika Anda bergantung pada keduniaan, menyibukkan diri dengan urusan dunia, dan merasa tenang dengan dunia. Orientasi Anda tidak lagi kepada kampung akhirat, tapi pada tahta, harta, dan wanita. Ingatlah, "Dunia itu penjara bagi orang yang beriman, dan dunia adalah surga bagi orang kafir." (Muslim)

21. Ketika Anda senang mengucapkan dan menggunakan bahasa yang digunakan orang-orang yang tidak mencirikan keimanan ada dalam hatinya. Sehingga, tidak ada kutipan nash atau ucapan bermakna semisal itu dalam ucapan Anda. Bukankah Allah swt. telah berfirman, "Dan katakanlah kepada hamba-hamba-Ku: 'Hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang lebih baik(benar). Sesungguhnya setan itu menimbulkan perselisihan di antara mereka. Sesungguhnya setan itu adalah musuh yang nyata bagi manusia'."(Al-Israa':53)Seperti inilah seharusnya sikap seorang yang beriman. "Dan apabila mereka mendengar perkataan yang tidak bermanfaat, mereka berpaling dari padanya dan mereka berkata: 'Bagi kami amal-amal kami dan bagimu amal-amalmu, kesejahteraan atas dirimu, kami tidak ingin bergaul dengan orang-orang jahil.'" (Al-Qashash:55) Nabi saw. bersabda, "Barangsiapa beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaklah berkata yang baik atau diam." (Bukhari dan Muslim)

22. Ketika Anda berlebih-lebihan dalam masalah makan-minum, berpakaian, bertempat tinggal, dan berkendaraan. Gandrung pada kemewahan yang tidak perlu. Sementara, begitu banyak orang di sekeliling Anda sangat membutuhkan sedikit harta untuk menyambung hidup. Ingat, Allah swt. telah mengingatkan hal ini, "Hai anak Adam, pakailah pakaianmu yang indah di setiap (memasuki) mesjid, makan dan minumlah, dan janganlah berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan." (Al-A'raf:31). Bahkan, Allah swt.menyebut orang-orang yang berlebihan sebagai saudaranya setan. Karenaitu Allah memerintahkan kita untuk, "Dan berikanlah kepada keluarga-keluarga yang terdekat akan haknya, kepada orang miskin dan orang yang dalam perjalanan, dan janganlah kamu menghambur-hamburkan(hartamu) secara boros." (Al-Isra':26) Rasulullah saw. bersabda, "Jauhilah hidup mewah, karena hamba-hamba Allah itu bukanlah orang-orang yang hidup mewah." (Al-SilsilahAl-Shahihah, nomor 353).


http://www.puarman-asuransi-syariah.blogspot.com/

Catatan harian seorang ayah.....

Medan, 15 Juni 1975

Hari ini engkau terlahir ke dunia, anakku. Meski tidak seperti harapanku bertahun- tahun merindukan kehadiran seorang anak laki-laki, aku tetap bersyukur engkau lahir dengan selamat setelah melalui jalan divakum. Telah kupersiapkan sebuah nama untukmu; Qaulan Syadida.Aku sangat terkesan dengan janji Allah dalam surat Al Ahzab ayat tujuh puluh, maknanya perkataan yang benar. Harapanku engkau kelak menjadi seorang yang kaya iman dan memperoleh telah dijanjikan Allah dalam Al-Quran. Sungguh kelahiranmu telah mengajarkanku makna bersyukur...

1981

Tahun ini engkau memasuki sekolah dasar. Usiamu belum genap enam tahun. Tetapi engkau terus merengek minta disekolahkan seperti saudarimu. Engkau berbeda dari keempat kakakmu terdahulu. Bagaimana engkau dengan gagah tanpa ragu atau malu-malu melangkah memasuki ruang kelasmu. Bahkan engkau tak minta dijemput. Saat ini aku mulai menyadari sifat keberanian yang tumbuh dalam dirimu yang tak kutemukan dalam diri saudarimu yang lain.

1987

Putriku, sungguh aku pantas bangga padamu. Tahun ini engkau ikut Cerdas Cermat tingkat nasional di TVRI. Dengan bangga aku menyaksikan engkau tampil penuh percaya diri di layar kaca dan aku pun bisa berkata pada teman-temanku; itu anakku Qaulan...Meski tidak juara pertama, aku tetap bangga padamu. Namun di balik rasa banggaku padamu selalu terbesit satu kekhawatiran akan sikapmu yang agak aneh dalam pengamatanku. Tidak seperti keempat kakakmu yang kalem dan cenderung memiliki sifat-sifat perempuan, engkau justru sangat angresif, pemberani, agak keras kepala, meski tetap santun padaku dan selalu juara kelas.

Jika hari Ahad tiba, engkau lebih suka membantuku membersihkan taman, mengecat pagar, atau memegangi tangga bila aku memanjat membetulkan bocor. Engkau lebih sering mendampingiku dan bertanya tentang alat-alat pertukangan ketimbang membantu ibumu memasak di dapur seperti saudarimu yang lain. Kebersamaan dan kedekatanmu denganku, membuatku sering meperlakukanmu sebagai anak lelakiku, dengan senang hati aku menjawab pertanyaan-pertanyaanmu, membekalimu dengan pengatahuan dan permainan untuk anak lelaki. Tak jarang kita berdua pergi memancing atau sekedar menaikkan layang-layang sore hari di lapangan madrasah tempat aku mengajar.

Putriku, sungguh kekhawatiranku berbuah juga. Engkau menolak bersekolah di tsanawiyah seperti saudarimu. Diam-diam tanpa sepengetahuanku engkau telah mendaftar di sebuah SMP negeri. Bukan kepalang kemarahanku. Untunglah ibumu datang membelamu, jika tidak mungkin tangan ini sudah berpindah ke pipimu yang putih mulus. Tegarnya watakmu, bahkan tak setetes airmata jatuh dari kedua matamu yang tajam menatapku. Putriku, jika aku marah padamu semata-mata karena aku khawatir engkau larut dalam pola pergaulan yang tak benar, anakku. Terlebih-lebih saat engkau menolak mengenakan jilbab seperti keempat kakakmu. Betapa sedih dan kecewa hatiku melihatmu, Nak...

1993

Tahun ini engkau menamatkan SMAmu. Engaku tumbuh menjadi gadis cantik, periang, pemberani, dan banyak teman. Temanmu mulai dari tukang kebun sampai tukang becak, wartawan, bahkan menurut ibumu pernah anggota kopassus datang mencarimu. Putriku, disetiap bangun pagiku, aku seolah tak percaya engkau adalah putriku, putri seorang yang sering dipanggil Ustadz, putri seorang kepala madrasah, putri seorang pendiri perguruan Islam...

Putriku, entah mengapa aku merasa seperti kehilanganmu. Sedih rasanya berlama-lama menatapmu dengan potongan rambut hanya berbeda beberapa senti dengan rambutku. Biar praktis dan sehat; berkali-kali itu alasan yang kau kabarkan lewat ibumu. Jika terjadi sesuatu yang tidak baik pada dirimu selama melewati usia remajamu, putriku maka akulah orang yang paling bertanggung jawab atas kesalahan itu. Aku tidak behasil mendidikmu dengan cara yang Islami. Dalam doa-doa malamku selalu kebermohon pada Rabbul 'Izzati agar engkau dipelihara olehNya ketika lepas dari pengawasan dan pandangan mataku.

Kesedihan makin bertambah takkala diam-diam engkau ikut UMPTN dan lulus di fakultas teknik. Fakultas teknik, putriku? Ya Rabbana, aku tak sanggup membayangkan engkau menuntut ilmu berbaur dengan ratusan anak laki-laki dan bukan satupun mahrommu? Dalam silsilah keluarga kita tidak satupun anak perempuan belajar ilmu teknik, anakku. Keempat kakakmu menimba ilmu di institut agama dan ilmu keguruan. Ya, silsilah keluarga kita adalah keluarga guru, anakku. Engkau kemukakan sejumlah alasan, bahwa Islam juga butuh arsitek, butuh teknokrat, Islam bukan tentang ibadah melulu...Baiklah, aku sudah terlalu lelah menghadapimu, aku terima segala argumen dan pemikiranmu, putriku..Dan aku akan lebih bisa menerima seandainya engau juga mengenakan busana Muslimah saat memulai masa kuliahmu.

1995

Tahun ini tidak akan pernah kulupan. Akan kucatat baik-baik...Engkau putriku, yang selalu kusebut namamu dalam doa-doaku, kiranya Allah swt mendengar dan mengabulkan pintaku. Ketika engkau pulang dari kuliahmu; subhannalah! Engkau sangat cantik dengan jilbab dan baju panjangmu, aku sampai tidak mengenalimu, putriku. Engkau telah berubah, putriku. Apa sesungguhnya yang engkau dapati di luar sana. Bertahun-tahun aku mengajarkan padamu tentang kewajiban Muslimah menutup aurat, tak sekalipun engkau cela perkataanku meski tak sekalipun juga engkau indahkan anjuranku. Dua tahun di bangku kuliah, tiba-tiba engkau mengenakan busana takwa itu? Apa pula yang telah membuatmu begitu mudah menerima kebenaran ini? Putriku, setelah sekian lamanya waktu berlalu, kembali engkau mengajarkan padaku tentang hakikat dan makna bersyukur.

1997

Putriku, kini aku menulis dengan suasana yang lain. Ada begitu banyak asa tersimpan di hatiku melihat perubahan yang terjadi dalam dirimu. Engkau menjadi sangat santun, bahkan terlihat lebih dewasa dari keempat saudarimu yang kini telah berumah tangga semuanya. Kini, hanya engkau aku dan ibumu yang mendiami rumah ini. Kurasakan rumah kita seolah-olah berpendar cahaya setiap saat dilantuni tilawah panjangmu. Gemercik suara air tengah malam menjadi irama yang kuhafal dan pantas kurenungi. Putriku, jika aku pernah merasa bahagia, maka saat paling bahagia yang pernah kurasakan di dunia adalah saat ketika diam-diam aku memergokimu tengah menangis dalam sujud malammu....Selalu kuyakinkan diriku bahwa akulah si pemilik mutiara cahaya hati itu, yaitu engkau putriku...

1998

Putriku, kalau saat ini aku merasa sangat bangga padamu, maka itu amat beralasan. Engkau telah lulus menjadi sarjana dengan predikat cum laude. Keharuan yang menyesak dadaku mengalahkan puluhan tanya ibumu, diantaranya; mengapa engkau tidak punya teman pendamping pria seperti kakak-kakakmu terdahulu? Engkau begitu sederhana, putriku, tanpa polesan apapun seperti lazimnya mereka yang akan berangkat wisuda, semua itu justru membuatku semakin bangga padamu. Entah darimana engkau bisa belajar begitu banyak tentang kebenaran, anakku...Jika hari ini aku meneteskan airmata saat melihatmu dilantik, itu adalah airmata kekaguman melihat kesungguhan, ketegaran, serta prinsip yang engkau pegan teguh. Dalam hal ini akupun mesti belajar darimu, putriku...

1 Agustus 1999

Putriku, bulan ini usiaku memasuki bilangan enampuluh tiga. Aku teringat Rasulullah mengakhiri masa dakwahnya didunia pada usia yang sama. Akhir-akhir ini tubuhku terasa semakin melemah. Penyakit jantung yang kuderita selama bertahun-tahun kemarin mendadak kumat, saat kudapati jawaban diluar dugaan dari keempat saudarimu. Tidak satu pun dari mereka bersedia meneruskan perguruan yang telah kubina selama puluhan tahun. Aku sangat maklum, mereka tentu mempunyai pertimbangan yang lain, yaitu para suami mereka. Sedih hatiku melihat mereka yang telah kudidik sesuai dengan keinginanku kini seolah-oleh bersekutu menjauhiku. Jika aku menulis diatas tempat tidur rumah sakit ini, itu dengan kondisi sangat lemah, putriku. Aku tak tahu pasti kapan Allah memanggilku.

Putriku....kutitipkan buku harianku ini pada ibumu agar diserahkan padamu. Aku percaya padamu...Jika aku memberikan buku ini padamu, itu karena aku ingin engkau mengetahui betapa besar cintaku padamu, mengapa dulu aku sering memarahimu..maafkan buya, putriku... Kini hanya engkau satu-satunya harapanku...Aku percaya perguruan yang telah kubangun dengan tanganku sendiri ini padamu. Aku bercita-cita mengembangkannya menjadi sebuah pesantren. Engkau masih ingat lapangan tempat kita dulu menaikkan layangan? Itu adalah tanah warisan almarhum kakekmu. Di lapangan itulah kurencanakan berdiri bangunan asrama tempat para santri bermukim. Engkau seorang arsitek, anakku, tentu lebih memahami bangunan macam apa yang sesuai untuk kebutuhan sebuah asrama pesantren...Kuserahkan sepenuhnya kepadamu, juga untuk mengelolanya nanti. Sebab aku yakin, dari tanganmu, dari hatimu yang jernih, dari perkataan dan tindakanmu yang selalu sejalan dengan kebenaran akan terlahir sebuah fauzan'adzima, kemenangan yang besar, seperti yang telah Allah janjikan, yakinlah, putriku... Dalam diri dan jiwamu kini terhimpun beragam kapasitas keilmuan dunia dan akhirat. Kini kusadari engkau bukan saja sekedar terlahir dari rahim ibumu, tetapi juga lahir dari rahim bernama Hidayah. Semoga Allah menyertai dan memudahkan jalan yang akan engkau lalui, putriku. Amien Ya Rabbal 'Alamiin.

12 Agustus 1999

Rabbi, jika airmata ini bukan tumpah, bukan karena aku tidak mengikhlaskan buyaku Engkau panggil, tapi sebab aku belum mengenali buyaku selama ini, seutuhnya. Sebab hanya seujung kuku baktiku padanya. Rabbi, perkenankan aku menjalankan amanah Buya dengan segenap radhi-Mu. hanya Engkau..ya Mujib...

Happy Birthday to Buya
I Love you so muchTake from Annida November-Desember 1999 by Aisyah Shihab

Jumat, 08 Oktober 2010

hukum-hukum haid

http://www.hafizfiRdaus.cOm/ebOOk/DaRahWanita/empat.htm

* Hukum-hukum Haid:
1. SHALAT: DihaRamkan sOlat ke atas wanita yang sedang haid, sama ada sOlat sunat mahupun sOlat faRdhu. Bahkan tidak sah jika dia tetap melaksanakannya. Namun teRdapat satu pengecualian, iaitu apabila dia sempat mempeROleh satu Rakaat sOlat faRdhu dalam waktunya, sama ada di awal waktu atau akhiR waktu, maka wajib ke atasnya untuk melaksanakan sOlat faRdhu teRsebut.
2. BERZIKIR dan MEMBACA AL-QUR’AN: Wanita yang sedang haid bOleh beRzikiR, beRtasbih (membaca Subhanalah), beRtahmid (membaca alhamdulillah), membaca Bismillah ketika makan dan sebagainya. BOleh juga membaca buku-buku hadis, fiqh (buku agama), beRdOa, mengaminkan dOa dan mendengaR bacaan a-QuR’an. Syaikh al-Islam Ibn Taimiyyah dalam kitabnya Majmu’ al-Fatawa, jld. 26, ms. 191 menyatakan, “Sejak asal tidak ada laRangan daRipada al-Sunnah (bagi wanita yang sedang haid) membaca al-QuR’an. Hadis: “Wanita haid tidak bOleh membaca sesuatu daRipada al-QuR’an” adalah hadis yang lemah (dha‘if) yang disepakati Oleh paRa ahli hadis.”
3. PUASA: DihaRamkan bagi wanita yang sedang haid untuk beRpuasa, sama ada puasa sunat mahupun puasa faRdhu. Jika dia tetap beRpuasa maka tidak sah puasanya. Akan tetapi dia wajib mengqadha puasa faRdhunya. Apabila seORang wanita sedang beRpuasa lalu dia didatangi haid, maka puasanya menjadi batal sekalipun waktu beRbuka (waktu MaghRib) sudah sangat hampiR. Apabila seORang wanita tamat haidnya sebelum teRbit fajaR (belum masuk waktu Subuh), maka dia bOleh beRpuasa dan puasanya adalah sah sekalipun dia belum sempat mandi wajib.
4. TAWAF di KA’BAH: DihaRamkan bagi wanita yang sedang haid untuk tawaf, sama ada tawaf sunat mahupun tawaf faRdhu. Jika dia tetap tawaf maka tidak sah tawafnya. Akan tetapi dihaRuskan melaksanakan lain-lain amalan daRipada haji dan umRah sepeRti sa’e antaRa Safa dan MaRwah, wuquf, beRmalam di Mudzalifah dan Mina, melOntaR jamRah dan sebagainya. Apabila seORang wanita telah menyempuRnakan ibadah haji dan umRah lalu dia didatangi haid yang beRteRusan sehingga saat hendak balik ke negeRinya, dia bOleh balik tanpa melakukan tawaf wida’ (tawaf selamat tinggal).
5. DUDUK DALAM MASJID: DihaRamkan bagi wanita yang sedang haid untuk beRada atau duduk dalam masjid.
6. BERSETUBUH: DihaRamkan bagi seORang suami untuk menyetubuhi isteRinya yang sedang haid. Demikian juga, dihaRamkan bagi seORang isteRi yang sedang haid untuk membiaRkan suaminya menyetubuhinya. Selain itu, dihalalkan bagi suami untuk memuaskan nafsunya dengan beRciuman, beRpelukan, beRsentuhan dan lain-lain, asalkan bukan faRaj. Malah lebih utama jika tidak beRsentuhan kulit pada kawasan yang teRletak antaRa pusat dan lutut kecuali dengan beRlapik.
7. TALAK (CERAI): DihaRamkan ke atas suami untuk menceRaikan isteRinya yang sedang haid [al-Talaq 65:01]. SeORang suami tidak bOleh menceRaikan isteRinya yang sedang haid keRana masa haid tidak dikiRa sebagai peRmulaan iddah. Hukum haRam menceRaikan isteRi yang sedang haid memiliki 3 pengecualian: a. Sejak beRnikah pasangan suami isteRi teRsebut belum peRnah beRsamaan atau beRsetubuh. b. IsteRi yang didatangi haid ketika sedang hamil. c. Jika beRlaku penceRaian secaRa tebus talak (khulu’).
8. DIKIRA BILANGAN TALAK DENGAN HAID: Apabila seORang suami menceRaikan isteRinya selepas menyetubuhinya, maka wajib ke atas isteRi teRsebut menghitung iddahnya dengan kedatangan tiga kali haid yang sempuRna. SyaRat ini adalah bagi isteRi yang masih didatangi putaRan haid dan tidak hamil.
9. MENGHUKUM KEKOSONGAN RAHIM: KekOsOngan Rahim beRmaksud tidak hamil. Sebagai cOntOh, seORang isteRi yang kematian suami beRkahwin dengan suami yang baRu. Suami yang baRu tidak bOleh menyetubuhinya sehingga dia didatangi haid atau jelas hamil.
10. WAJIB MANDI: Apabila haid beRhenti, wajib mandi dengan mengenakan aiR ke seluRuh anggOta badan. SyaRat paling minimum bagi mandi wajib adalah dikenakan aiR pada seluRuh anggOta badan teRmasuklah ke bawah Rambut. Tidak wajib membuka ikatan Rambut kecuali jika ia teRikat dengan kuat keRana dibimbangi aiR tidak akan sampai ke kulit kepala. Jika haid beRhenti sesudah masuk waktu sOlat maka wajib segeRa mandi supaya dapat dilaksanakan sOlat dalam waktunya. Jika menghadapi kesukaRan untuk mandi sepeRti musafiR, tidak ada aiR, mudaRat menggunakan aiR atau sakit, maka bOleh beRtayamum sebagai ganti kepada mandi. Apabila faktOR kesukaRan hilang, maka wajib mandi.

Kamis, 07 Oktober 2010

haid membaca al-quRan

http://mhamzah.multiply.cOm/Reviews/item/17

* Hukum Wanita Haidh beRdzikiR Kepada Allah Dan Membaca Al QuR’an PeRmasalahan membaca Al QuR’an bagi wanita haid ini memang ada peRselisihan di kalangan ulama. Ada yang membOlehkan dan ada yang tidak membOlehkan.
* Abu Hanifah beRpendapat bOlehnya wanita haid membaca Al QuR’an dan ini meRupakan pendapat yang masyhuR dalam madzhab Syafi’i dan Ahmad, dan pendapat ini yang dikuatkan Oleh Ibnu Taimiyah. MeReka mengatakan : “Asal dalam peRkaRa ini adalah halal. Maka tidak bOleh memindahkan kepada selainnya kecuali kaRena ada laRangan yang shahih yang jelas.” Oleh kaRena itu wanita haid disyaRiatkan untuk beRdzikiR kepada Allah Ta’ala, dan Al QuR’an teRmasuk dzikiR. Apabila seORang yang beRhaji dibOlehkan membaca Al QuR’an maka demikian pula bagi wanita haid, kaRena yang dikecualikan dalam laRangan Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam kepada ‘Aisyah yang sedang haid hanyalah Thawaf.
* Hukum Menyentuh Mushaf Bagi Wanita Haid BeRkata Asy Syaikh Mushthafa Al Adawi : “MayORitas Ahli Ilmu beRpendapat wanita haid tidak bOleh menyentuh mushaf Al QuR’an. Namun dalil-dalil yang meReka bawakan untuk menetapkan hal teRsebut tidaklah sempuRna untuk dijadikan sisi pendalilan. Dan yang kami pandang benaR, Wallahu A’lam, bahwasannya bOleh bagi wanita haid untuk menyentuh mushaf Al QuR’an.
* Ibnu Hazm dalam Al-Muhalla beRpendapat: “Membaca Al-QuR’an, dan sujud di dalamnya, menyentuh mushaf dan dzikiR kepada Allah bOleh dilakukan baik dalam keadaan punya wudhu atau tidak, bagi yang junub maupun wanita haidh. Penjelasan hal teRsebut, kaRena Membaca Al-QuR’an, dan sujud di dalamnya, menyentuh mushaf dan dzikiR kepada Allah meRupakan peRbuatan baik yang disunnahkan dan pelakunya akan dibeRi pahala. BaRangsiapa yang beRpendapat adanya laRangan melakukannnya dalam keadaan teRtentu, maka ORang teRsebut wajib menunjukkan dalilnya” (Al-Muhalla Bil AatsaaR I/94-95 Masalah NO. 116)

Rabu, 06 Oktober 2010

hukum seputaR daRah wanita: istihadlah

http://muslimah.OR.id/fiqh-muslimah/hukum-seputaR-daRah-wanita-istihadlah.html

* Di kalangan wanita ada yang mengeluaRkan daRah daRi faRji’ (vagina)-nya di luaR kebiasaan bulanan dan bukan kaRena sebab kelahiRan. DaRah ini diistilahkan sebagai daRah istihadlah. Al Imam An Nawawi Rahimahullaah dalam penjelasaannya teRhadap Shahih Muslim mengatakan: “Istihadlah adalah daRah yang mengaliR daRi kemaluan wanita bukan pada waktunya dan keluaRnya daRi uRat.” (Shahih Muslim bi SyaRhin Nawawi 4/17, Fathul BaRi 1/511).
* PeRbedaan antaRa daRah istihadlah dengan daRah haid adalah daRah haid meRupakan daRah alami, biasa dialami wanita nORmal dan keluaRnya daRi Rahim sedangkan daRah istihadlah keluaR kaRena pecahnya uRat, sifatnya tidak alami (tidak mesti dialami setiap wanita) seRta keluaR daRi uRat yang ada di sisi Rahim.
* Ada peRbedaan lain daRi sifat daRah haid bila dibandingkan dengan daRah istihadlah:
1. PeRbedaan waRna. DaRah haid umumnya hitam sedangkan daRah istihadlah umumnya meRah segaR.
2. Kelunakan dan keRasnya. DaRah haid sifatnya keRas sedangkan istihadlah lunak.
3. Kekentalannya. DaRah haid kental sedangkan daRah istihadlah sebaliknya.
4. AROmanya. DaRah haid beRaROma tidak sedap/busuk.
* Meninggalkan shalat dan puasa di haRi-haRi kebiasaan haidnya dan beRlaku padanya hukum-hukum wanita haid, adapun di luaR kebiasaan haidnya bila keluaR daRah maka daRah teRsebut adalah daRah istihadlah dan beRlaku padanya hukum-hukum wanita yang suci.
* Untuk membedakan haid dan istihadlahnya jika sifatnya sama atau tidak jelas peRbedaannya adalah dengan melihat kebiasaan kebanyakan wanita yaitu dia menganggap diRinya haid selama enam atau tujuh haRi pada setiap bulannya dan dimulai sejak awal dia melihat keluaRnya daRah. Selebihnya beRaRti istihadlah.
* Hukum wanita yang istihadlah sama sepeRti hukum wanita yang suci kecuali pada hal beRikut ini:
1. Wanita istihadlah bila ingin wudlu maka ia mencuci bekas daRah daRi kemaluannya dan menahan daRahnya dengan kain (pembalut).
2. PeRintah wudlu bukanlah datang daRi Nabi Shallallaahu ‘Alaihi Wa Sallam dan peRintah yang datang dalam masalah ini adalah lemah sebagaimana dilemahkan Oleh paRa ulama. Namun jangan sampai dipahami bahwa yang wajib adalah mandi setiap shalat dan sudah lewat penyebutan kami tentang masalah mandi bagi wanita istihadlah ini.

Selasa, 05 Oktober 2010

daRah kebiasaan wanita

http://muslimah.OR.id/fiqh-muslimah/daRah-kebiasaaan-wanita.html

* Haid bagi wanita meRupakan salah satu bentuk nikmat daRi Allah. KebeRadaan daRah haid pada wanita menunjukkan bahwa wanita teRsebut memiliki kemampuan untuk memiliki ketuRunan. Islam membeRikan penjelasan tentang bebeRapa hal beRkaitan dengan daRah haid wanita.
* MenuRut istilah syaR’i, haid adalah daRah yang teRjadi pada wanita secaRa alami, bukan kaRena suatu sebab dan teRjadi pada waktu teRtentu. Jadi, daRah haid adalah daRah nORmal, bukan disebabkan Oleh suatu penyakit, luka, gangguan atau pROses melahiRkan. DaRah haid antaRa wanita yang satu dengan yang lain memiliki peRbedaan, misalnya jumlah daRah yang keluaR, masa dan lama keluaR daRah haid setiap bulan. PeRbedaan teRsebut teRjadi sesuai kOndisi setiap wanita, lingkungan, maupun iklimnya.
* AkhiR masa haid wanita dapat ditentukan dengan dua caRa, yaitu ketika daRah haid telah beRhenti, tandanya jika kapas dimasukkan ke dalam tempat keluaRnya daRah setelah dikeluaRkan tetap dalam kOndisi keRing, tidak ada daRah yang melekat di kapas (-ed.). Yang kedua yaitu ketika telah teRlihat atau keluaR lendiR putih agak keRuh. Pada saat teRsebut seORang wanita muslimah diwajibkan untuk segeRa mandi dan mengeRjakan shOlat jika telah masuk waktu shOlat. Hal ini sekaligus meRupakan nasehat agaR paRa wanita tidak beRmudah-mudah untuk meninggalkan shOlat padahal dia telah suci, dengan alasan bahwa meReka belum mandi suci.
* Ibnu Qudamah dalam kitab Al-Mughni mengatakan “Jika beRhentinya daRah kuRang daRi sehaRi maka seyOgyanya tidak diangap sebagai keadaan suci. BeRdasaRkan Riwayat yang kami sebutkan beRkaitan dengan nifas, bahwa beRhentinya daRah yang kuRang daRi sehaRi tidak peRlu dipeRhatikan dan inilah pendapat yang shahih, insyaa Allah. Alasannya adalah bahwa dalam keadaan keluaRnya daRah yang teRputus-putus (sekali keluaR dan sekali tidak) bila diwajibkan bagi wanita pada setiap saat teRhenti keluaRnya daRah untuk mandi”.
* SeORang wanita biasanya haid selama enam hingga tujuh haRi setiap bulan. Pada haRi ke-5 biasanya daRah hanya akan keluaR sedikit sepeRti nOktah seukuRan uang lOgam (beRbekas pada pakaian dalamnya). Pada malam haRi (saat aktivitas sedikit) daRah tidak keluaR. Pada haRi ke-6 daRah akan tetap keluaR namun sangat sedikit. Dalam kasus ini, wanita teRsebut belum dianggap suci pada malam di haRi ke-5 kaRena menuRut kebiasaan haidnya, pada haRi-haRi akhiR haid daRah hanya akan keluaR pada pagi hingga sORe haRi (yaitu di saat dia banyak melakukan aktivitas). Kemudian pada pagi di haRi ke-7 dia melakukan banyak aktivitas tetapi daRah haid tidak lagi keluaR sama sekali dan telah keluaR pula lendiR putih yang biasanya memang muncul jika masa haidnya telah selesai. Pada haRi ke-7 itulah, wanita teRsebut telah suci daRi haid.
* Hal-hal yang teRlaRang Ketika seORang wanita sedang dalam keadaan haid:
1. Shalat, baik shalat faRdhu maupun shalat sunnah. Wanita haid tidak disyaRiatkan untuk mengganti shalat faRdhu yang tidak dikeRjakannya selama masa haid.
2. Puasa, baik puasa faRdhu maupun puasa sunnah. Akan tetapi, puasa faRdhu (misalnya puasa Ramadhan) wajib diganti (qadha’) di haRi lain di luaR masa haidnya.
3. Thawaf.
4. Jima’. Suami tidak bOleh melakukan jima’ (senggama) dengan istRinya yang sedang haid
* Hal-hal yang tetap bOleh dilakukan Oleh wanita yang sedang haid adalah:
1. BeRdiam diRi di masjid.
2. Membaca Al-QuR’an dan menyentuh mushaf.
* BeRikut ini adalah amalan-amalan beRnilai ibadah yang bisa dilakukan di masa haid:
1. MempeRbanyak dzikiR kepada Allah.
2. MenghadiRi majelis-majelis ta’lim.
3. Membaca buku-buku agama.
4. BeRgaul dengan ORang-ORang shalihah yang dapat menjaga semangatnya.
5. Mengisi waktu luang dengan hal-hal yang beRmanfaat bagi akhiRatnya.
6. Membaca Al-QuR’an.