Dalam Islam, wakaf merupakan ibadah yang bercorak sosial ekonomi yang cukup penting. Menurut sejarah Islam klasik, wakaf telah memainkan peran yang sangat signifikan dalam meningkatkan kesejahteraan kaum muslimin, baik di bidang pendidikan, pelayanan kesehatan, pelayanan sosial dan kepentingan umum, kegiatan keagamaan, pengembangan ilmu pengetahuan serta peradaban Islam secara umum. Indonesia termasuk negara muslim yang banyak memiliki tanah waqaf. Menurut data Departemen Agama (sampai dengan September 2005) jumlah seluruh tanah wakaf di Indonesia sebanyak 358.791 dengan luas 818.742.341, 86 M. Namun waqaf sebanyak itu belum mampu meningkatkan kesejahteraan ummat pada khususnya dan bangsa Indonesia pada umumnya. Hal itu disebabkan karena pemanfatan harta waqaf masih dominan bersifat konsumtif dan belum dikelola secara produktif. Wakaf-wakaf ini kebanyakan dipergunakan untuk pembangunan mesjid, musholla, sekolah, panti asuhan, dan makam, sehingga bila dilihat dari segi sosial ekonomi, waqaf yang ada belum dapat berperan dalam menanggulangi permasalahan ummat, khususnya dalam meningkatkan kesejahteraan ekonomi ummat. Hal ini juga disebabkan karena pengeloaan waqaf belum optimal dan upaya pengembangan waqaf produktif belum dilakukan sebagaimana yang terjadi dalam sejarah Islam. Tulisan ini akan menguraikan kajian pengembangan waqaf produktif untuk meningkatkan kesejahteraan ekonomi ummat. Wakaf memiliki manfaat yang luar biasa dari sekedar sedekah biasa. Hal ini dikarenakan harta wakaf yang sifatnya abadi, tidak boleh dijual atau diwarisi dan dihibahkan agar wakaf dapat dimanfaatkan terus menerus untuk kepentingan masyarakat. Sayangnya, kemanfaatan wakaf ini belum optimal didapatkan, khususnya di Indonesia . Wakaf selama ini masih berada seputar di rumah ibadah, kuburan dan madrasah. Jika dilihat dari segi keagamaan, semangat ini tentunya baik, karena wakaf yang ada dimanfaatkan sebagai rumah ibadah dan dapat meningkatkan keimanan dari masyarakat. Namun, jika dilihat dari sisi ekonomis, potensi itu masih jauh dari yang diharapkan. Idealnya, wakaf dapat dikelola secara produktif dan dikembangkan menjadi lembaga Islam yang dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Idealnya, bersama dengan zakat, wakaf dapat menjadi instrumen dalam pengentasan kemiskinan.Waqaf Produktif dalam Sejarah Telah banyak penelitian historis yang dilakukan oleh para pakar tentang fungsi wakaf dalam berbagai sektor kehidupan umat. Michael Dumper juga menyimpulkan bahwa di Timur Tengah, pada masa kalsik Islam dan pertengahan, institusi wakaf telah memainkan peran yang sangat penting dalam sejarah kaum muslimin dalam membangun kesejahteraan rakyat.Penelitian lain dilakukan oleh R.D McChesney (1991) yang telah menulis buku sebagai hasil penelitiannya tentang Kegiatan Wakaf di Asia Tengah selama lebih kurang 400 tahun. Dalam deskripsi bukunya disebutkan bahwa wakaf dalam rentang waktu yang cukup lama telah berada pada pusat paling penting dari kehidupan umat Islam sehari-hari, membangun lembaga-lembaga keagamaan, cultural dan kesejahteraan. Wakaf juga menjadi sarana yang sah untuk menjaga keutuhan kekayaan keluarga dari satu generasi ke generasi berikutnya. Bahkan penelitian ini menunjukkan betapa pentingnya peran lembaga wakaf dalam kehidupan masyarakat muslim dan ini berfluktuasi sejalan dengan sikap penguasa pemerintah.Selanjutnya, penelitian yang dilakukan oleh Timur Kuran tentang wakaf di kalangan umat Islam menyebutkan bahwa wakaf Islam telah muncul sebagai sarana komitmen yang dapat dipercaya untuk memberikan keamanan bagi para pemilik harta sebagai imbangan dari layanan sosial. Penelitian ini memberikan hasil bahwa wakaf telah lama berfungsi sebagai instrumen penting untuk memberikan public goods dengan cara yang tidak sentralistik. Pada prinsipnya manajer (nazhir) wakaf harus mematuhi persyaratan yang digariskan oleh pemberi wakaf (wakif). Dalam praktiknya tujuan atau arahan waqif seringkali harus disesuaikan dengan berbagai faktor yang berkembang dalam masyarakat. (Kuran, 2001) Beberapa penelitian di atas menunjukkan bahwa selama ratusan tahun bahkan lebih dari seribuan tahun, institusi wakaf telah berhasil menjadi instrumen yang penting dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat, baik pendidikan, layanan sosial, ekonomi, keagamaan dan layanan publik lainnya. Keberadaan wakaf dan perannya yang demikian besar, seringkali mengkhawatirkan penguasa pemerintahan Barat atau pemerintaha nasional pasca kemerdekaan dari penjajahan. Kekhawatiran akan semakin menonjolnya peran masyarakat dengan institusi wakaf, melahirkan sejumlah pandangan negatif terhadap sistem wakaf dari para penguasa, karena wewenang pemerintah bisa disaingi atau malah dikalahkan oleh lembaga-lembaga wakaf. Contohnya antara lain, ketika bala tentara Perancis menduduki Al-jazair pada 1831, penguasa kolonial menguasai dan mengawasi harta wakaf untuk menekan tokoh-tokoh keagamaan yang berjuang melawan penjajahan (Abu al-Afjan, 1985:325). Dalam berbagai penelitian lainnya tentang sejarah wakaf disebutkan, bahwa sepanjang sejarah Islam, wakaf telah memberikan kontribusi yang cukup besar bagi pembangunan masyarakat, di antaranya:
1. Hampir 75% seluruh lahan yang dapat ditanami di Daulah Khilafah Turki Usmani merupakan tanah wakaf
2. Setengah (50 %) dari lahan di Aljazair, pada masa penjajahan Perancis pada pertengahan abad ke 19 merupakan tanah wakaf
3. Pada periode yang sama, 33 % Tanah di Tunisia merupakan tanah wakaf
4. Di Mesir sampai dengan tahun 1949, 12,5 persen lahan pertanian adalah tanah wakaf
5. Pada Tahun 1930 di Iran, sekitar 30 persen dari lahan yang ditanami adalah lahan wakaf.
Sebuah penelitian yang meliputi 104 yayasan Wakaf di Mesir, Suriahm Turki, Palestina dan Anatoly land, menyebutkan bahwa dalam kurun waktu 1340-1947, bagian terbesar dari asset wakaf adalah dalam benytuk real estate, yaitu mencapai 93 % denga rincian sebagai berikut :
1. 58 % dari wakaf, terkonsentrasi di kota-kota besar yang terdiri dari toko, rumah dan gedung.
2. 35 % dari wakaf terdapat di desa-desa yanag terdiri dari lahan pertanian, perkebunan dan tanaman lainnya.
3. 7 % sisanya merupakan dalam bentuk uang (wakaf tunai). Namun informasi terkini berdasarkan hasil kajian yang dilakukan oleh Departemen Agama, perolehan wakaf tunai di Timur Tengah mencapai 20 persen. Menurut Ridwan El-Sayed, wakaf dalam bentuk uang tunai dan dalam bentuk penyertaan saham telah dikenal pada zaman Bani Mamluk dan Turki Usmani dan saat ini telah diterima luas di Turki modern , Mesir, India, Pakistan, Iran, Singapura dan banyak negara lainnya.
Indonesia saat ini mulai mengembangkan waqaf produktif, walaupun dampaknya belum terlihat karena masih tahap permulaan. Undang-Undang Waqaf dan PP Waqaf telah dikeluarkan oleh pemerintah. Badan Waqaf Indonesia (BWI) juga mulai dibentuk pemerintah. Dengan dukungan pemerintah tersebut diharapkan gerakan waqaf produktif dapat membuahkan hasil secara bertahap untuk membangun dan meningkatkan kesejahteraan umat Islam Indonedia yang sekian lama terpuruk dalam keterbelakangan dan kebodohan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar