Rabu, 15 September 2010

IJMA' ULAMA TENTANG KEHARAMAN BUNGA BANK

By : Drs. Agustianto Mingka, M.Ag

(sekretaris jenderal Ikatan Ahli Ekonomi Islam (IAEI); agustianto_syariah@ ymail.com)



Pada tulisan yang lalu telah dipaparkan keyakinan para pakar ekonomi Islam kaliber dunia mengenai ijma’nya ulama tentang keharaman bunga bank. Dengan demikian, menurut penelitian para professor tersebut, tidak ditemukan seorang pun pakar ekonomi Islam yang membolehkan bunga bank. Kalau pun ada segelintir ulama yang membolehkan bunga bank, pastilah mereka bukan pakar ekonomi Islam. Mereka mungkin hanya pemikir Islam atau ahli hukum fiqh yang belum mendalami ilmu ekonomi moneter, ilmu ekonomi mikro-mikro dan finansial Islam. Ilmu ini biasanya hanya didapatkan di lembaga-lembaga pendidikan formal (fakultas ekonomi) di Perguruan Tinggi.

Dalam ilmu ushul fiqh, syarat seorang mujtahid yang bisa diterima pendapatnya adalah mereka yang menguasai bidang atau masalah yang diijtihadi. Jadi, meskipun ada segelintir tokoh yang membolehkan bunga bank, pendapat mereka tidak diakui (tidak mu’tabar) dan tidak bisa membatalkan ijma’ ulama yang benar-benar pakar (doktor dan professor di bidang ekonomi). Selain penelitian ahli ekonomi, tokoh ulama yang banyak menekuni ekonomi Islam, seperti Yusuf Qardhawi, juga tak menemukan ada ahli ekonomi Islam yang menghalalkan bunga bank. Meskipun latar belakang keilmuannya bukan sarjana ekonomi seperti pakar-pakar ekonomi (sarjana) yang lalu, tetapi Yusuf Qardhawi adalah ulama yang banyak menggeluti dan menulis masalah ekonomi. Kapasitas keilmuannya tidak diragukan.Beliau juga mengatakan bahwa ulama telah ijma’ tentang keharaman bunga bank dalam bukunya Fawaid al-Bunuk Hiya ar-Riba Haram (Bunga Bank adalah Haram). Menurut Prof.Dr.Dr.Yusuf Qardhawi, sebanyak 300 ulama dan pakar ekonomi dunia telah ijma’ tentang keharaman bunga bank (Mereka terdiri dari ahli fikih ahli ekonomi dan keuangan dunia). Tak seorang pun yang membantahnya. Kata Yuduf Qardhawi, ”Saya benar-benar menyaksikan, bahwa para ahli ekonomi Islam, Justru lebih bersemangat dari ahli fikih sendiri” (2000, hlm.83)

Selain itu kata Yusuf Qardhawi, ”Telah lahir ijma’ ulama dari berbagai lembaga, pusat penelitian, muktamar, seminar-seminar ahli fikih dan ahli ekonomi Islam yang mengharamkan bunga bank dalam segala bentuknya dan bunga bank itu adalah riba tanpa diragukan sedikitpun. Sedangkan riba adalah haram”.(hlm. 83).Selanjutnya Qardhawi menuturkan, barangkali keputusan yang dikeluarkan tiga lembaga ilmiah internasional yang sangat kondang dan kredible, telah cukup dijadikan stardart.

Lembaga Fikih Islam Organisasi Konferensi Islam (OKI)
Lembaga Fikih (Majma’ Al-fiqihi) Rabithah Alam Islami,
Pusat Riset Islam (Insitutue of Islamic Research )Al-Azhar Mesir
Selain itu perlu ditambahkan juga bahwa seluruh pusat Riset Ekonomi Islam di dunia yang tersebar di berbagai negara juga sepakat tentang keharaman bunga bank.Pernyataan mereka bahwa ulama ijma’ tentang keharaman bunga bank, setelah mereka melakukan penelitian yang mendalam tentang pendapat ratusan ahli (pemikir) dan setelah meneliti ribuan buku-buku tentang ekonomi Islam. Ulama sekaliber Yusuf Qardhawi tentu tidak mudah mengatakan suatu masalah telah ijma, kecuali setelah melakukan menelahan yang dalam tentang itu.

Demikian pula Umar Chapra dan M.Akram Khan.Pernyataan Yusuf Qardhawi yang mengatakan ijma’ ulama tentang keharaman bunga bank dikutip dan dikuatkan lagi oleh Prof. Dr Ali Ash-Shobuni (ulama terkemuka dari Mesir) dalam buku Jarimah ar-Riba, Ali Ash-shobuni adalah ahli hukum syari’ah dan Tafsir Ahkam. Ia mengatakan bahwa para ahli ekonomi Islam telah ijma’ tentang keharaman bunga bank. Kesepakatan itu terjadi berkali-kali di forum ulama Internasional sejak tahun 1973 sampai saat ini. Menurutnya, tahun 1976 telah dilaksanakan Konferensi Ekonomi Islam se-dunia di Mekkah yang dihadiri 300 ulama dan pakar keuangan Islam. Tak seorang pun di antara pakar ekonomi Islam itu menolak kaharaman bunga bank. Bahkan sebelum tahun 1976, yakni tahun 1973, seluruh ulama OKI yang berasal dari 44 negara sepakat tentang keharaman bunga bank tersebut.Harus diakui, adanya segelintir kecil ”ulama” fikih yang meragukan keharaman bunga bank, tidak bisa menggugurkann ijma’ ulama, kata Yusuf Qardhawi.(hlm. 84-85)

Segelintir ulama fikih itu (intelektual muslim) tak faham tentang ilmu moneter dan teori teori ekonomi modern, khususnya ekonomi makro. Kapasitas keilmuan mereka tentang moneter dan interest tidak memadai. Mereka malah ada yang tidak mengerti kalau masalah riba termasuk ekonomi makro, apalagi effect riba terhadap inflasi, terhadap investasi, produksi dan pengangguran, juga terhadap depresiasi dan volatilitas mata uang mata uang yang dampaknya bersifat massal bagi umat manusia di berbagai negara.Segelintir ahli fikih juga tak memahami bagaimana dampak riba terhadap spekulasi dan volatilitas keuangan suatu negara yang mengakibatkan instabilitas ekonomi dan krisis ekonomi yang dahsyat. Mereka juga belum bisa merumuskan konsep profit and loss sharing secara aplikatif di lembaga keuangan, lengkap dengan ilmu akuntansi dan manajemen keuangannya. Kedangkalan ilmu mereka tentang moneter, ekonomi makro, dll, disebabkan karena mereka bukan berasal dari disiplin ilmu ekonomi dan tak menekuni kajian ekonomi Islam. Maka wajar jika pengetahuan mereka tentang ekonomi moneter sangat terbatas. Kalau tidak ingin mengatakan tidak ada sama sekali.

Adanya segelintir ustaz yang membolehkan bunga bank karena kedangkalan ilmunya tentang ekonomi moneter. Mereka ini tidak dipandang oleh Prof.Dr. M.Akram dan Umer Chapra sebagai ahli ekonomi, sebab disiplin keilmuan mereka dan kapasitas keilmuan mereka jauh dari ahli ekonomi Islam yang sesungguhnya. Dengan demikian, tidak ada lagi perbedaan pendapat tentang keharaman bunga bank. Perdebatan tentang halal-haramnya bunga bank telah selesai sekitar 30 tahun yang lalu. Kalau ada ummat Islam masih mempersoalkan hukum bunga bank, berarti ia terlambat 30 tahun dan tidak mengerti tentang ilmu ekonomi Islam. Kalau pun ada tokoh yang berkomentar tentang kebolehan bunga bank, pastilah mereka bukan ahli dalam ekonomi/moneter Islam, seperti, Gusdur, Syafii Maarif, Quraaisy Syihab atau ulama fiqh an sich tanpa basis pengetahuna ekonomi.. Pendapat mereka tidak representatif dijadikan rujukan dalam bidang ekonomi, karena mereka bukan ilmuwan bidang ekonomi, sehingga wajar jika pendapat mereka tertolak dan tidak bisa menggugurkan ijma’ ulama yang ahli di bidangnya.

Ahli ekonomi Islam sekaliber Prof. Umer Chapra dan M. Akram yang mengatakan ijma’ ulama tentang keharaman bunga bank secara otomatis tidak memandang pendapat para tokoh-tokoh Indonesia itu sebagai pendapat yang muktabar (diakui). Ulama besar sekaliber Thantawi dari Mesir, tidak berkapasitas dalam ilmu ekonomi moneter, karena (maaf), karena latar belakang keilmuannya bukan ilmu ekonomi dan ia sendiri tidak mendalami ilmu ekonomi Islam.Kalau kita mau berpikir logis, kita harus menyerahkan persoalan hukum moneter kepada ahlinya. Analoginya, jika seluruh dokter spesialis kulit telah sepakat tentang jenis penyakit kulit seseorang, lalu ada segelintir dokter gigi membantahnya, maka sangat aneh bila orang mengikut pendapat dokter gigi yang tak ahli di bidang kulit. Pendapat dokter gigi itu tertolak, sangat aneh dan amat menyesatkan.

Penutup, Mudah-mudahan tulisan ini dapat menambah informasi dan keyakinan yang kuat kepada pembaca bahwa tidak ada perbedaan pendapat tentang keharaman bunga bank, karena ternyata seluruh ulama dunia telah ijma’ tentang keharaman bunga bank. Terakhir perlu ditegaskan bahwa pernyataan telah terciptanya ijma’ ini adalah pendapat para peneliti, ulama dan pakar ekonomi Islam internasional. Mereka adalah para ahli ekonomi Islam yang tak diragukan lagi validitas risetnya dalam bidang ini. Uraian dan argumentasi detail yang ilmiah (melalui pendekatan ilmu ekonomi) tentang keharaman bunga bank tidak dijelaskan di artikel ringkas ini, karena membutuhkan kajian yang panjang dan lembaran yang banyak.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar