Jumat, 17 September 2010

STRATEGI PENGUATAN BRAND IMAGE BANK SYARI’AH TERHADAP MASYARAKAT

Oleh: Muflikha Zahra Dwi Hartanti





Perbankan Syari’ah di Indonesia, yang masih muda umurnya, dituntut untuk bersaing dengan perbankan konvensional. Lebih jauh dari itu, sebagai lembaga intermediasi keuangan, Perbankan Syari’ah juga dituntut untuk memainkan peranan yang sangat vital dalam menggerakkan roda perekonomian bangsa sebagaimana perbankan yang berbasis sistem bunga. Namun demikian, problema yang muncul adalah sedikitnya umat yang berminat menanamkan modalnya pada Bank Syari’ah. Hal ini disebabkan oleh berbagai faktor, salah satunya dikarenakan Bank Syari’ah belum besar dan belum mempunyai brand image yang kuat, sehingga masyarakat kurang yakin dan percaya terhadap eksistensi Bank Syari’ah. Akibatnya masyarakat masih lebih suka pada lembaga konvensional yang menawarkan sistem bunga dan iming-iming undian yang mengiurkan.

Pola dan sistem pemasaran Bank Syari’ah selama ini masih belum mampu membuahkan pertumbuhan secara cepat atau loncatan pertumbuhan (quantum ‎growing) yang memuaskan, sehingga perlu adanya akselerasi yang dapat mempercepat perkembangan Perbankan Syari’ah. Hal ini disebabkan karena kebanyakan Bank Syari’ah saat ini beraggapan bahwa permasalahan utama yang ada dalam Bank Syari’ah adalah kurangnya sosialisasi dan edukasi guna meningkatkan pengetahuan umat tentang sistem Perbankan Syari’ah atau karena minimnya promosi.

Pemasaran Bank Syari’ah saat ini belum berpikir dalam poros strategi. Bank Syari’ah saat ini lebih senang memikirkan promosi yang bagus, cantik dan menarik guna memikat nasabah, meski promosi tersebut kurang efektif dan efisien untuk meningkatkan pangsa pasar dan daya saing. Akibatnya, pemasaran hanya sekedar menjadi cost center atau BOM (Buang oeang melulu). Seharusnya eksekutif Bank Syari’ah berpikir, bahwa pemasaran itu bukan sekedar soal kreatifitas semata, tetapi juga soal strategi, sehingga setiap rupiah yang diinvestasikan pada sebuah program pemasaran mampu menghasilkan output yang optimal.

Sosialisasi dan edukasi memang merupakan salah satu permasalahan yang esensial dalam upaya pengembangan Perbankkan Syari’ah di Indonesia. Sosialisasi dan edukasi diharapkan mampu meningkatkan market share Perbankkan Syari’ah, mendorong kekuatan Bank Syari’ah lokal untuk menjadi pemain pasar global dan berdaya saing international, serta memperkuat peranan Perbankkan Syari’ah dalam memberikan solusi terbaik bagi perekonomian nasional. Namun demikian, yang lebih penting dari itu adalah bagaimana membangun image masyarakat, sehingga mereka mempunyai kesamaan pandangan terhadap banyaknya Bank Syari’ah yang mempunyai kebijakan berbeda antara Bank Syari’ah yang satu dengan yang lainnya.

Dalam memasarkan produk dan memantapkan posisi Bank Syari’ah, diperlukan adanya kiat-kiat khusus sehingga Bank Syari’ah mampu berkembang dan bertahan di tengah-tengah persaingan dengan lembaga keuangan lainnya. Bank Syari’ah harus mampu menciptakan strategi yang dapat mengejutkan serta menjadi stamina awal bagi daya tarik nasabah. Karena itu diperlukan adanya strategi yang baru dalam hal perubahan citra Bank Syari’ah yang diharapkan mampu meningkatkan pangsa pasar.

Terkait dengan upaya meningkatkan citra Bank Syari’ah, maka hal pertama yang harus dilakukan adalah menguatkan image masyarakat dengan membuat seolah-olah Bank Syari’ah itu sedang menjadi gaya hidup masyarakat karena kepopulerannya. Hal ini dapat dilakukan dengan berbagai teknik, diantaranya :

Pertama, Semua Bank Syari’ah melakukan gerakan bersatu padu secara bersama-sama dalam skala besar untuk membumikan dan mempromosikan keunggulan Bank Syari’ah dibandingkan bank konvensional. Hal tersebut dapat dilakukan dengan cara sosialisasi maupun edukasi baik melalui media cetak, elektronik maupun media-media lainnya dalam jangka waktu tertentu secara kolektif, sehingga membuat seolah-olah Bank Syari’ah sedang populer dan digandrungi. Sosialisasi yang baik mampu melanjutkan pencerahan dan pencerdasan mengenai ekonomi Islam dan meluruskan fitrah Bank Syari’ah dalam persepsi masyarakat selama ini secara continue. Dalam hal ini, Bank Syari’ah tidak harus dipusingkan dengan bujet kecil yang dimiliki, namun yang diutamakan adalah bagaimana Bank Syari’ah mampu membuat komunikasi yang efektif berdasarkan kredibilitas yang mampu menarik perhatian terbanyak masyarakat.

Kedua, Mempunyai satu slogan untuk semua Bank Syari’ah yang mampu menjadi senjata ampuh dan alat komunikasi dahsyat yang tak mudah dilupakan serta membantu posisi Bank Syari’ah secara umum. Dalam hal ini, meskipun biaya promosinya rendah, namun kalau Bank Syari’ah mampu menciptakan slogan yang isinya emosional dan menarik, maka masyarakat tetap mampu mengingatnya. Slogan harus benar-benar mengedepankan isi dan pesan, sehingga mampu meningkatkan perasaan takut umat, takut akan neraka dan takut akan murka Allah yang pedih karena dengan tegas Allah telah mengaramkan riba dalam kitab Al-Quran hingga 4 tahab berturut-turut, yaitu dalam QS. Ar-Ruum : 39, QS. An-Nisa : 160-161, QS Ali Imran : 130 dan .terakhir QS Al-Baqarah : 278-279. Dalam hal ini takut adalah motivasi dasar bagi umat untuk tidak lagi berhubungan dengan sistem ribawi. Jangan sampai membuat slogan yang hanya tong kosong nyaring bunyinya.

Ketiga, Kolektif mengadakan lomba, baik itu lomba karya tulis, lomba membuat slogan maupun lomba-lomba lainnya yang ditujukan kepada mahasiswa, pelajar, maupun masyarakat umum. Adapun biaya dapat dikoordinir antar sesama Bank Syariah. Mungkin awalnya masyarakat akan tertarik pada nilai prestisius dari lomba yang diadakan, namun secara langsung maupun tidak, lama kelamaan mereka akan mencari tau dan akhirnya mendapatkan pengetahuan tentang keunggulan Bank Syari’ah dibanding Bank Konvensional terutama dari produk yang ditawarkan seperti sistem mudharabah, musyarakah, murabahah, hawalah, ijarah, rahn, salam, istishna, kafalah, qard al hasan dan lainnya. Produk Bank Syari’ah mengedepankan prinsip keadilan, anti spekulasi, transparansi, investasi dana ke sektor riil dan fungsi sosial. Hal ini merupakan salah satu ajang bagi Bank Syari’ah untuk melakukan promosi terhadap masyarakat. Selain itu, Bank Syariah juga akan mendapat gagasan-gagasan baru yang inovatif dan segar dari masyarakat, yang mana sangat memungkinkan untuk diterapkan dalam upaya peningkatan daya saing Bank Syari’ah ke depan.

Pada dasarnya penguatan brand image ini telah diterapkan oleh Bank Syari’ah, terlihat dari kesamaan simbol yang ada dalam setiap Bank Syari’ah, yaitu tulisan IB. Namun simbol tersebut terlalu kecil dan belum mampu menjadi penguat brand image Bank Syari’ah terhadap masyarakat.

Eksekutif pemasaran Bank Syari’ah seringkali menyalahkan kegagalan pemasarannya hanya karena bujet promosinya yang terlalu kecil atau iklan yang jelek. Padahal sebenarnya, pemasaran bukan semata soal iklan atau promosi, namun pemasaran adalah soal starategi. Dengan menerapkan strategi ini, maka Bank Syari’ah akan mempunyai biaya iklan yang kompetitif dibandingkan bank konvensional. Bank Syari’ah juga tidak akan dipusingkan dengan bujet promosi yang terlalu kecil. Hal ini sebagai relevansi, mengingat dana yang ada pada Bank Syari’ah belum cukup besar sehingga untuk beriklan di TV secara besar-besaran seperti yang dilakukan oleh Bank konvensional juga belum mampu. Jika dana yang dimiliki seluruh Bank Syari’ah dikumpulkan secara kolektif, maka secara otomatis akan menaikkan buget, sehingga pemasaran dapat lebih efektiv dan efisien. Strategi ini juga akan membuat calon nasabah tidak sadar sama sekali bahwa ia telah diperdaya pemasaran.

Setelah brand image Bank Syari’ah cukup kuat untuk berkompetisi dengan bank konvensional, maka sudah saatnya Bank Syari’ah mengembangkan dan menunjukkan reputasi yang baik kepada masyarakat. Hal ini diperlukan agar pasar yang terdiri dari nasabah dan calon konsumen potensial, yang merupakan asset akan selalu loyal dan tertarik kepada Bank Syari’ah dan juga sebagai motivasi bagi internal Bank Syari’ah untuk selalu memperbaiki kinerja dan operasional Bank Syari’ah. Reputasi penting, karena merupakan mekanisme sel inti yang membentuk kredibilitas. Sedangkan status dan citra memerlukan pilar kredibilitas untuk menyangganya.

Apabila brand image Bank Syari’ah sudah kuat, reputasi dan kredibilitas sudah diakui, maka sudah saatnya Bank Syari’ah memperluas jangkauan pasarnya dengan meningkatkan jumlah jaringan atau outlet. Hal ini dilakukan agar memudahkan dan mendekatkan nasabah dalam menjalankan fungsi intermediasi.

Memang seolah-olah strategi ini merupakan strategi yang sepele, karena hanya berkutat pada tataran imajinatif yang sulit dibuktikan secara rasional. Namun demikian, perlu kita cermati bahwa sebenarnya imajinasi merupakan langkah awal yang penting sebelum Bank Syari’ah melakukan inovasi dan membentuk reputasi sehingga mampu meningkatkan daya saing dalam mendukung pembangunan ekonomi yang berkelanjutan dan berkeadilan. Hal lain yang juga perlu kita perhatikan adalah, seringkali keberhasilan itu bukan ditentukan oleh produk semata, melainkan juga pemasaran imajinatif yang tidak sulit, berteori dan njelimet.

Dalam menghadapi era kompetisi dunia perbankan di Indonesia, di samping menerapkan strategi ini, Bank Syari’ah tetap harus menjadikan nasabah sebagai raja, yaitu dengan memberikan pelayanan yang terbaik kepada para nasabah, baik muslim maupun non muslim. Hal ini dapat dilakukan dengan cara selalu siap menerima masukan-masukan dari nasabah yang kreatif, inovatif serta imajinatif sehingga mampu menciptakan produk-produk baru yang dibutuhkan nasabah dan tidak melanggar batas-batas Syari’ah. Sistem Perbankan Syariah juga tidak boleh hanya memfokuskan diri untuk menghindari praktik bunga, tetapi harus pula mengimplementasikan semua prinsip Syariah dalam kegiatan ekonomi

Hal lain yang tak kalah pentingnya adalah dukungan dan komitmen yang kuat dari berbagai pihak untuk menyambut dan mendukung ide ini sebagai gagasan yang harus direalisasikan, bukan hanya dari BI, Asbisindo, tetapi juga pemerintah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar