Kamis, 17 Desember 2009

Sebuah kata bernama 'Maaf'

'Maaf' begitu mudah diucapkan
Tapi belum tentu dimengerti maknanya, esensinya.
"Kalau bersalah, mintalah 'maaf', dan jangan mengulangi lagi perbuatan salah yang sama."
Begitu seharusnya, jika mengerti makna, esensi dari sebuah kata, 'maaf'.

Dulu,
Tak mudah kata 'maaf', dan juga 'terimakasih', ini terucap, olehku. Tak tahu juga kenapa.
Mungkin karena gengsi, atau... mungkin karena adanya bawah kesadaran yang menyadari akan besar dan beratnya esensi kata - kata ini.
Tak mudah untuk mengucapkan kata 'maaf', kecuali dari hati, dengan sebuah 'janji' yang tak terucap untuk tak mengulangi lagi.
Bahkan rela untuk mengganti kata 'maaf' itu, dengan sesuatu yang lain, sebagai tanda keseriusan,
dan pengertian bahwa sebenarnya kata itu belum cukup untuk meminta maaf yang sebenarnya.

Akhir-akhir ini,
Sudah mulai berubah: sudah mulai mudah mengucapkan kata 'maaf'.
Sebuah kemajuan ???
Mulai sering sebuah kata 'maaf' terucap.
Tapi perbuatan yang sama masih juga terulang.
Sebenarnya saya mengerti esensi kata itu,
tapi...
selalu ada yang menyebabkan akhirnya terjatuh dan mengulangi perbuatan yang salah itu.
Haruskah 'maaf' terucap lagi ?
Untuk kesekian kalinya.
Saya takut, 'maaf' 'memaafkan' ini hanya akan menjadi sebuah rutinitas tanpa makna.
Saya takut, 'maaf' 'memaafkan' ini hanya akan membuat hati menjadi bebal akan esensi kata 'maaf' yang seharusnya tidak seringan mengucapkannya.
Yang parah, kalo hati akhirnya menjadi bebal; Takut akan merusak bagian2 hati yang lainnya.
Takut hati ini tak lagi peka, mengeras, berkarat. Takut...

Mana yang harus dikorbankan?
Kemurnian hati, ataukah sekedar formalitas untuk membuat keadaan menjadi 'terlihat' baik-baik saja?
Jika masih tetap begini, mungkin harus mengorbankan salah satu...
Tapi masih tak rela untuk mengorbankan hatiku...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar