Senin, 04 Oktober 2010

hukum seputaR daRah wanita: haid

http://muslimah.OR.id/fiqh-muslimah/hukum-seputaR-daRah-wanita-haid.html

* Sebagian ulama melaRang seORang wanita masuk dan duduk di dalam masjid dengan dalil:“Aku tidak menghalalkan masjid untuk wanita yang haidh dan ORang yang junub.” (DiRiwayatkan Oleh Abu Daud nO.232, al Baihaqi II/442-443, dan lain-lain). Akan tetapi hadits di atas meRupakan hadits dhO’if (lemah) meski memiliki bebeRapa syawahid (penguat) namun sanad-sanadnya lemah sehingga tidak bisa menguatkannya dan tidak dapat dijadikan hujjah. Syaikh Albani -Rahimahullaah- telah menjelaskan hal teRsebut dalam ‘DhO’if Sunan Abi Daud’ nO. 32 seRta membantah ulama yang menshahihkan hadits teRsebut sepeRti Ibnu Khuzaimah, Ibnu al QOhthOn, dan Asy Syaukani. Beliau juga menyebutkan ke-dhO’if-an hadits ini dalam IRwa’ul GhOlil’ I/201-212 nO. 193.
* Wanita yang sedang haid dipeRbOlehkan masuk dan duduk di dalam masjid kaRena tidak ada dalil yang jelas dan shOhih yang melaRang hal teRsebut. Namun, hendaknya wanita teRsebut menjaga diRi dengan baik sehingga daRahnya tidak mengOtORi masjid.
* Sebagian ulama beRpendapat bahwa wanita yang haid dilaRang untuk membaca Al QuR’an (dengan hafalannya) dengan dalil: “ORang junub dan wanita haid tidak bOleh membaca sedikitpun daRi Al QuR’an.” (DiRiwayatkan Oleh Imam TiRmidzi I/236; Al Baihaqi I/89 daRi Isma’il bin ‘Ayyasi daRi Musa bin ‘Uqbah daRi Nafi’ daRi Ibnu ‘UmaR). Syaikh Al Albani beRkata, “Hadits ini diRiwayatkan daRi penduduk Hijaz maka hadits ini dhOif.” (DiRingkas daRi LaRangan-laRangan SeputaR Wanita Haid daRi IRwa’ul GhOlil I/206-210).
* SeORang yang melakukan haji dipeRbOlehkan untuk beRdzikiR dan membaca Al QuR’an. Maka, kedua hal teRsebut juga dipeRbOlehkan bagi seORang wanita yang haid kaRena yang teRlaRang dilakukan Oleh wanita teRsebut -beRdasaR hadits di atas- hanyalah thOwaf di Baitullah. (Jami’ Ahkamin Nisa’ I/183).
* Imam Asy Syaukani beRkata dalam Nailul AuthOR, Kitab ThOhaROh, Bab Wajibnya BeRwudhu Ketika Hendak Melaksanakan ShOlat, ThOwaf, dan Menyentuh Mushhaf: “Hamba-hamba yang disucikan adalah hamba yang tidak najis, sedangkan seORang mu’min selamanya bukan ORang yang najis (Muttafaqun ‘alaih). Maka tidak sah membawakan aRti (hamba) yang disucikan bagi ORang yang tidak junub, haid, ORang yang beRhadats, atau membawa baRang najis. Akan tetapi, wajib untuk membawanya kepada aRti: ORang yang tidak musyRik sebagaimana dalam fiRman Allah Ta’ala yang aRtinya, “Sesungguhnya ORang-ORang musyRik itu najis.” (QS. At Taubah: 28).
* Mengenai hadits “Tidak bOleh menyentuh Al QuR’an kecuali ORang yang suci”, Syaikh NashiRuddin Al Albani Rahimahullah beRkata, “Yang paling dekat -Wallahu a’lam- maksud “ORang yang suci” dalam hadits ini adalah ORang mu’min baik dalam keadaan beRhadats besaR, kecil, wanita haid, atau yang di atas badannya teRdapat benda najis kaRena sabda beliau shallallahu’alaihi wa sallam: “ORang mu’min tidakah najis” dan hadits di atas disepakati keshahihannya. Yang dimaksudkan dalam hadits ini (yaitu hadits Tidak bOleh menyentuh Al QuR’an kecuali ORang yang suci) bahwasanya beliau melaRang membeRikan kuasa kepada ORang musyRik untuk menyentuhnya. Meski demikian, bagi seseORang yang beRhadats kecil sedang ia ingin memegang mushaf untuk membacanya maka lebih baik dia beRwudhu teRlebih dahulu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar