Selasa, 05 Oktober 2010

daRah kebiasaan wanita

http://muslimah.OR.id/fiqh-muslimah/daRah-kebiasaaan-wanita.html

* Haid bagi wanita meRupakan salah satu bentuk nikmat daRi Allah. KebeRadaan daRah haid pada wanita menunjukkan bahwa wanita teRsebut memiliki kemampuan untuk memiliki ketuRunan. Islam membeRikan penjelasan tentang bebeRapa hal beRkaitan dengan daRah haid wanita.
* MenuRut istilah syaR’i, haid adalah daRah yang teRjadi pada wanita secaRa alami, bukan kaRena suatu sebab dan teRjadi pada waktu teRtentu. Jadi, daRah haid adalah daRah nORmal, bukan disebabkan Oleh suatu penyakit, luka, gangguan atau pROses melahiRkan. DaRah haid antaRa wanita yang satu dengan yang lain memiliki peRbedaan, misalnya jumlah daRah yang keluaR, masa dan lama keluaR daRah haid setiap bulan. PeRbedaan teRsebut teRjadi sesuai kOndisi setiap wanita, lingkungan, maupun iklimnya.
* AkhiR masa haid wanita dapat ditentukan dengan dua caRa, yaitu ketika daRah haid telah beRhenti, tandanya jika kapas dimasukkan ke dalam tempat keluaRnya daRah setelah dikeluaRkan tetap dalam kOndisi keRing, tidak ada daRah yang melekat di kapas (-ed.). Yang kedua yaitu ketika telah teRlihat atau keluaR lendiR putih agak keRuh. Pada saat teRsebut seORang wanita muslimah diwajibkan untuk segeRa mandi dan mengeRjakan shOlat jika telah masuk waktu shOlat. Hal ini sekaligus meRupakan nasehat agaR paRa wanita tidak beRmudah-mudah untuk meninggalkan shOlat padahal dia telah suci, dengan alasan bahwa meReka belum mandi suci.
* Ibnu Qudamah dalam kitab Al-Mughni mengatakan “Jika beRhentinya daRah kuRang daRi sehaRi maka seyOgyanya tidak diangap sebagai keadaan suci. BeRdasaRkan Riwayat yang kami sebutkan beRkaitan dengan nifas, bahwa beRhentinya daRah yang kuRang daRi sehaRi tidak peRlu dipeRhatikan dan inilah pendapat yang shahih, insyaa Allah. Alasannya adalah bahwa dalam keadaan keluaRnya daRah yang teRputus-putus (sekali keluaR dan sekali tidak) bila diwajibkan bagi wanita pada setiap saat teRhenti keluaRnya daRah untuk mandi”.
* SeORang wanita biasanya haid selama enam hingga tujuh haRi setiap bulan. Pada haRi ke-5 biasanya daRah hanya akan keluaR sedikit sepeRti nOktah seukuRan uang lOgam (beRbekas pada pakaian dalamnya). Pada malam haRi (saat aktivitas sedikit) daRah tidak keluaR. Pada haRi ke-6 daRah akan tetap keluaR namun sangat sedikit. Dalam kasus ini, wanita teRsebut belum dianggap suci pada malam di haRi ke-5 kaRena menuRut kebiasaan haidnya, pada haRi-haRi akhiR haid daRah hanya akan keluaR pada pagi hingga sORe haRi (yaitu di saat dia banyak melakukan aktivitas). Kemudian pada pagi di haRi ke-7 dia melakukan banyak aktivitas tetapi daRah haid tidak lagi keluaR sama sekali dan telah keluaR pula lendiR putih yang biasanya memang muncul jika masa haidnya telah selesai. Pada haRi ke-7 itulah, wanita teRsebut telah suci daRi haid.
* Hal-hal yang teRlaRang Ketika seORang wanita sedang dalam keadaan haid:
1. Shalat, baik shalat faRdhu maupun shalat sunnah. Wanita haid tidak disyaRiatkan untuk mengganti shalat faRdhu yang tidak dikeRjakannya selama masa haid.
2. Puasa, baik puasa faRdhu maupun puasa sunnah. Akan tetapi, puasa faRdhu (misalnya puasa Ramadhan) wajib diganti (qadha’) di haRi lain di luaR masa haidnya.
3. Thawaf.
4. Jima’. Suami tidak bOleh melakukan jima’ (senggama) dengan istRinya yang sedang haid
* Hal-hal yang tetap bOleh dilakukan Oleh wanita yang sedang haid adalah:
1. BeRdiam diRi di masjid.
2. Membaca Al-QuR’an dan menyentuh mushaf.
* BeRikut ini adalah amalan-amalan beRnilai ibadah yang bisa dilakukan di masa haid:
1. MempeRbanyak dzikiR kepada Allah.
2. MenghadiRi majelis-majelis ta’lim.
3. Membaca buku-buku agama.
4. BeRgaul dengan ORang-ORang shalihah yang dapat menjaga semangatnya.
5. Mengisi waktu luang dengan hal-hal yang beRmanfaat bagi akhiRatnya.
6. Membaca Al-QuR’an.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar