Minggu, 29 Agustus 2010

Kapitalis dan kapitalisme

Persepsi Barat:

Kapitalisme merupakan awal teori ekonomi yang menekankan kontrol cara-cara memproduksi barang-barang ekonomi di dalam masyarakat yang masyarakat tersebut harus berpihak kepada mereka yang menginvestasikan modalnya untuk produksi tersebut. Kemudian berkembang menjadi sebuah sistem ekonomi yang berdasarkan produksi barang dan jasa untuk perdagangan daripada konsumsi sendiri. Sehingga kepemilikan swasta dan perusahaan seharusnya adalah mereka yang memimpin kearah efisiensi, penentuan harga yang rendah, produk yang lebih baik. Hal ini berdasarkan Adam Smith, 1776, dalam karyanya The Wealth of Nations.


Dalam pengertian lain kapitalisme diartikansebagai suatu sistem yang didasarkan motif mencari keuntungan. Kapitalisme bergantung kepada individu pribadi atau perusahaan yang berinvestasi untuk mencari keuntungan. Dalam analisa Marxist, keuntungan tersebut diamankan dengan mengeksploitasi para pekerja yang menyediakan tenaga.



Satu pengertian lain mengartikan kapitalisme sebagai sebuah sistem ekonomi yang berdasarkan kepemilikan swasta dari produksi hingga distribusi barang, yang juga mendorong regulasi pasar bebas oleh mekanisme permintaan dan penawaran



Sedangkan para kapitalis diartikan sebagai mereka yang memiliki modal dalam hal ini.



Inti dari kapitalisme Barat dapat difokuskan ke dalam hal-hal berikut:

Sistem yang sangat menekankan akan pentingnya kepemilikan modal (tidak dibatasi oleh regulasi yang mengikat).
Harta atau resources, merupakan modal yang sangat penting dalam sistem tersebut.
Sistem supply (penawaran) dan demand (permintaan) sangat dikedepankan dalam sistem tersebut.


Namun satu hal yang perlu ditekankan di sini adalah bahwa ilmur pengetahuan di Barat termasuk sistem tersebut (kapitalisme) berkembang setelah proses renaissance abad ke-14 (abad kelahiran atau pencerahan terhadap the Dark Age yang penuh dengan peperangan dan penyakit), tepatnya sebuah simbol pemberontakan terhadap sistem kebobrokan gereja, dimana pemberontakan tersebut melawan tehadap ketentuan politik gereja yang menyatukan antara ilmu dengan agama (metode deduksi), dimana para penentang terhadap ketentuan gereja─termasuk Galileo yang digantung dikarenakan menganggap bahwa matahari adalah pusat semesta, dan hal itu bertentangan dengan ketentuan gereja yang menyatakan bahwa bumi adalah pusat dari semesta─banyak dihukum oleh otoritas gereja yang berkuasa pada saat itu. Dikarenakan banyaknya pertentangan (ilmu pengetahuan ilmiah dengan ketentuan gereja dalam ilmu pengetahuan ilmiah) yang terjadi dan kebobrokan yang ada (penyimpangan otoritas gereja dengan adanya surat penebusan dosa diantaranya) . Maka sejak saat itu gerakan pencerahan muncul dan mulai direspon oleh masyarakat Eropa saat itu.



Saat itulah sekulerisasi gencar dikumandangkan, yaitu pemisahan ilmu pengetahuan dari agama, sehingga cara perolehan ilmu pengetahuan lebih mengedepankan metode induksi (ilmiah) daripada deduksi dari agama. Dan sejak saat itulah perkembangan pesat terjadi dalam ilmu pengetahuan di Eropa yang sekuler. Termasuk dalam halnya ilmu ekonomi.



Jadi sekulerisasi menjadi hal yang penting sebab moral menjadi hal terpisahkan dengan perekonomian. Dan hal ini sangat bertentangan dengan perekonomian Islam, sebuah sistem yang lebih dari sekedar ke-syariah-an sich, yang lebih dari sekedar akad-akad, namun juga sebuah sistem yang mempunyai kepekaan yang tinggi terhadap keadaan sekitar dan situasi yang ada. Namun juga tidak menafikan suatu kegiatan perekonomian yang memang pada dasarnya adalah profit oriented.



Bagaimana Islam memandang kapitalisme? (Mohon Koreksi juga)



Islam juga mementingkan kapitalisme, setidaknya hal ini tercermin dari 2 rujukan, yang saya dapat:

Yaitu peran modal memang penting, tidak hanya secara arti statis namun juga modal secara proses (dinamis). "Pada suatu ketika seorang laki-laki mendatangi Rasulullah Saw dan meminta sedekah. Kemudian Nabi Saw menanyakan apakah ia mempunyai suatu barang? Laki-laki itu menjawab bahwa ia hanya mempunyai sebuah topi. Lalu ia disuruh membawanya, lalu Nabi saw melelangnya seharga dua atau tiga dirham. Dengan uang tersebut Nabi saw membelikan mata kampak untuk orang tersebut. Nabi sendiri yang memasangkan tangkai pada kapak itu, lalu menyuruh orang tersebut, pergi dan menebang pohon untuk dijual sebagi bahan bakar. Ia pun diminta untuk melaporkan keadaannya setelah beberapa hari, dan orang itu mematuhinya. Selanjutnya orang itu melapor kepada Nabi Saw dengan perasaan gembira bahwa ia sudah mampu memenuhi segala kebutuhannya dan juga menabung". Hal tersebut memperlihatkan bahwa modal mau tidak mau merupakan suatu hal signifikan dalam pemberdayaan manusia dalam dimensi ekonominya. Rasul Saw bisa saja memberi orang tersebut sedeqah, namun tentunya ada metode yang lebih tepat bagi orang tersebut. Agar secara ekonomi dia mandiri, yaitu modal.
Ahmad bin Hambal, Abu Daud, Turmudzi, dan Ibnu Majah meriwayatkan dari Anas bin Malik ra. Ia berkata, “Pernah naik harga (barang-barang) di Madinah zaman Rasulullah saw. Orang-orang berkata “Ya Rasulullah, telah naik harga, karena itu tetapkanlah harga bagi kami” Rasulullah saw bersabda, “Sesungguhnya Allah itu penetap harga, yang menahan, yang melepas, yang memberi rejeki dan sesungguhnya aku harap bertemu Allah di dalam keadaan tidak seorang pun dari kamu menuntut aku lantaran menzalimi di jiwa atau di harga”. Hal ini memperlihatkan bahwa Islam sangat menekankan pentingnya suatu peran supply dan demand dan tidak menafikan peran supply dan demand tersebut.


Namun, mekanisme tersebut tidak dibiarkan sepenuhnya, liar ditangan para pemilik modal (kapitalis). Selain juga terdapat kekuatan hukum yang kuat (pidana) pada saat itu. Kaum kapitalis pada saat itu merupakan orang yang cerdas secara hati dan pikiran.



Si jenius Ustman bin Affan ra. menolak tawaran 6 kali lipat (kalo tidak salah), dan meminta tawaran sepuluh kali lipat terhadap barang dagangannya di depan saudagar-saudagar kaya. Para saudagar tersebut heran, dan bertanya “siapakah yang menawar sejumlah itu?” “Kami ini adalah para saudagar yang terkaya di sini, tidak mungkin ada yang menawar lebih tinggi dari kami.” Ustman ra menjawab “ Ada yaitu 4JJI SWT”. Dan Ustman pun membagikan barang dagangannya secara gratis kepada orang yang membutuhkan.



Mungkin (hanya asumsi pribadi) ada yang lebih dari sekedar tindakan “beramal” dari apa yang dilakukan oleh Ustman bin Affan. Beliau membagikan barang-barang tersebut secara gratis berarti tidak mengikatkan dirinya (serakah walaupun mampu) pada sistem permintaan dan penawaran, walau pada pada akhirnya juga mempengaruhi sistem tersebut. Yaitu dengan membagikan secara gratis barang dagangannya (catat: bukan uang) hal itu akan meningkatkan daya beli (atau daya tukar masyarakat) yang pada akhirnya akan meningkatkan perekonomian, dengan cara mendagangkan barang yang dibagikan tersebut. Terlebih hal tersebut terjadi di masa yang diasumsikan orang bijak akan menggunakan hartanya, sehingga efisiensi terjadi, dan hal ini mungkin saja telah diperhitungkan oleh Ustman ra. sebelumnya.



Kemudian ada hadis berikut An-Nabhani dalam An-Nizham al-Iqtishadi fi al-Islam menyebutkan perjudian, riba, al-ghabn (penipuan dalam harga), penipuan (tadlis) dalam jual beli, penimbunan, dan pematokan harga (yang dilakukan pemerintah), merupakan bentuk-bentuk usaha pengembangan kekayaan yang dilarang Allah. “Tidak akan melakukan penimbunan selain orang yang salah” (HR. Muslim). Dari Ma’qal bin Yassar, Rasulullah saw bersabda, “Siapa saja yang terlibat dalam sesuatu yang berupa harga bagi kaum Muslimin, agar dia bisa menaikkan harga tersebut kepada mereka, maka kewajiban Allah untuk mendudukkanmu dengan sebagian besar (tempat duduknya) dari api neraka, kelak pada hari kiamat nanti”.

Jadi dapat disimpulkan bahwa, kapitalisme juga terdapat dalam Islam para pemilik modal dilindungi dengan kepemilikan hartanya, serta mekanisme pasar juga dijaga. Namun yang menarik adalah, di dalam Islam peran agama juga bermain dan tidak terpisahkan. “Mekanisme liar” pasar yang buruk (penimbunan untuk menaikkan harga), juga dilarang. Di satu sisi kapitalis yang dermawan dilindungi dan berhak menentukan harga dalam berdagang (fair) namun di satu sisi penimbunan ditindak dengan keras oleh otoritas pada saat itu. Apalagi yang kurang?



Tidak perlu mendekonstruksikan segala hukum supply and demand, dan juga otoritas tidak perlu mengambil alih sistem tersebut, repot juga nantinya, seperti halnya Nabi Sulaiman as yang berusaha memberi makan mahluk 4JJI. Islam sendiri sebagai suatu sistem termasuk di dalamnya ekonomi sudah lebih dari cukup.



So jika dikatakan untuk meninggalkan kapitalisme, kapitalisme yang seperti apa dulu, soalnya di Islam juga menyuruh juga mengajarkan umatnya untuk menjadi kapitalis (kaya, atau memiliki, pemilik modal). Hanya dilarang untuk berlebih-lebihan.



Mungkin lebih tepatnya mengkritik apa yang disebut sebagai "kapitalisme" saat ini sebagai sistem ekonomi yang berlebihan atawa serakah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar